PART I
Seorang
gadis berumur 16an mengendarai mobilnya menuju rumah. Pandangannya yang tadinya
lurus-lurus saja ke arah jalan entah kenapa malah tertarik pada seorang anak
laki-laki seumurannya yang sedang berjalan di trotoar sambil membawa beberapa
buku di tangannya. Padahal dia tidak mengenal cowok itu, tapi sepertinya ada
daya tarik lain yang membuat dirinya selalu menangkap setiap gerak-gerik cowok
itu.
Cowok itu terjatuh saat menyebrang jalan,
membuat gadis itu refleks mengerem mobilnya. Gadis itu turun dari mobilnya,
menghampiri cowok itu. Begitu turun dari mobilnya, dia baru sadar, barusan dia
menyerempet cowok itu hingga terjatuh. Dia memaki dirinya dalam hati, betapa
bodoh dirinya, memperhatikan sampai-sampai tidak memperhatikan jalan. Hampir
saja dia menerbangkan nyawa orang.
“sori! Gue gak tau kalo lo nyebrang. Lo gak
kenapa-napa?” tanya gadis itu merasa bersalah.
Cowok itu merintih begitu mencoba berdiri.
Tangannya lecet sampai menggores panjang tangannya. Gadis itu langsung memegang
tangan cowok itu, “ya ampun, sampe lecet begini. Gue bersihin dulu ya lukanya?
Sori banget ya,” katanya tulus meminta maaf.
Cowok itu menepis tangan gadis itu, kemudian
duduk menepi di trotoar, membersihkan debu dan pasir yang menempel di sekitar
lukanya. “gue gak papa,” katanya tiba-tiba.
Gadis itu menatapnya heran. “tunggu disini
dulu ya, gue ambil obat dulu,” katanya sambil mengambil kotak P3K di mobilnya.
Cowok itu menatap gadis itu dengan pandangan
yang sangat aneh. Dia merasa sepertinya mengenal cewek ini, tapi siapa?
“nath, pulang yuk,” ajak sosok yang ada
bersama cowok itu daritadi. Cowok itu mengangguk dan mengikuti sosok itu.
Gadis itu kembali ke tempat tadi. Tapi,
tidak ada seorangpun. Kemana cowok itu? Dia mengedarkan pandangannya
mencari-cari. Pandangannya terhenti. Cowok itu sedang berjalan memasuki sebuah
cluster perumahan. Gadis itu menatapnya kecewa. Cowok tadi belum memaafkannya.
Gadis itu masuk kembali ke mobilnya. Entah
bagaimana bisa sosok cowok tadi malah memenuhi pikirannya. Harus diakui, cowok
yang diserempetnya tadi sangat –ehm- ganteng plus keren. Bahkan sampai
membuatnya lupa dengan idolanya yang biasanya memenuhi segala sudut pikirannya,
Cakka.
Ya, dia teramat mengidolakan cakka, seorang
actor muda yang sangat berbakat, dan tak perlu dipungkiri, hal yang membuatnya
menjadi paling popular saat ini adalah ketampanannya. Keren, cool, ganteng,
manis, ramah, dan no profile itu factor utama penyebab melejitnya
popularitasnya. Dia suka, dia suka dengan semua yang ada di diri cakka, meski
belum pernah sekalipun bertemu langsung.
Sebenarnya sangat mudah baginya untuk
bertemu cakka, bila dia benar-benar menggunakan kesempatan yang terbuka lebar
dihadapannya. Tapi dia tidak berani, tidak berani bertemu cakka, takut dirinya
akan salah tingkah dihadapan cakka. Hingga cukup baginya untuk mengagumi cakka
saja dari tempatnya sekarang.
Dan gadis itu, agni. Agni Tri Nubuwati, berkulit sawo matang, rambutnya lurus sebahu,
wajahnya manis, meskipun mungkin sedikit agak ngasal saja penampilannya. Rambut
lurusnya dikuncir kuda, beberapa gelang boyish melingkar di tangannya,
menunjukkan dia berbeda dengan perempuan lain, tidak feminin. Tak ada hal yang
istimewa darinya, bukan seorang kapten olahraga ataupun seorang ahli karate
seperti penampilannya. Hanya seorang gadis biasa, yang menjalani kehidupannya
dengan standar.
Namun
amnesia merenggut semua ingatannya 5 tahun yang lalu. Dia tidak bisa mengingat
kembali semuanya tanpa bantuan orang yang bersangkutan dengan ingatannya itu.
malangnya, ia tidak dapat mengingat orangtuanya sama sekali. ya, mereka
meninggal bersamaan dengan kecelakaan pesawat yang merenggut semua ingatan
agni. tak jarang agni menangis ketika memandangi foto orangtuanya. Dia sama
sekali tidak bisa mengingatnya, hanya bisa melihatnya dari foto.
***
Seorang
gadis yang seumuran dengan agni, kini sedang sibuk memandangi sebuah dus besar,
tempatnya menyimpan memori-memori yang ingin dikuburnya. Bukan kenangan yang
buruk, melainkan kenangan yang amat teramat manis. Namun, melihat kondisi agni
yang seperti ini dia jadi ingin mengubur semuanya dalam-dalam, tidak ingin agni
tahu semua yang sebenarnya.
Zevana.
Zevana Arga Angesti, kakak angkat agni. kesamaan umur keduanya membuat agni tak
perlu memanggulnya zevana kakak. Berbanding terbalik dengan agni, zevana justru
cukup menonjol diantara murid yang lain, dengan segudang prestasinya, dengan
segala kebaikan dan kerendahan hatinya, dan dengan segala kesederhanaannya
membuatnya cukup popular di sekolah. Penampilannya sangat sederhana.
berkacamata, dengan bingkai coklat tipis menghiasi wajahnya, rambutnya panjang,
hitam, dan kadang akan sedikit berombak, tergerai indah, begitu membuatnya
tampak cantik, belum lagi senyum manis yang slalu tergurat di wajah manisnya
ini. Kulitnya sawo matang, badannya tinggi, dan bentuk tubuhnya pun ideal, tak
jarang teman laki-lakinya selalu berusaha mencuri perhatiannya.
Namun
dia tak pernah berani menjalin suatu hubungan, meski sudah banyak sekali yang
mengantri ingin menjadi yang istimewa di hatinya. Semua itu hanya karna
seseorang. Seseorang yang selalu mengisi hatinya selama hidupnya, meski dalam 7
tahun ini tidak pernah bertemu dengannya, tapi dia tetap merasa bahwa orang
itu, yang akan selalu teristimewa di hatinya, yang amat sulit tergeser
sedikitpun.
Zevana
mengambil dua kotak yang cukup besar, yang satu berwarna gold, yang satu
berwarna silver. Dua kenangan yang ia sengaja pisahkan. Ia mengikuti ukiran
yang terukir agak dalam di tutupnya. Zevana tersenyum tipis melihatnya. ‘ZEVIN’
dan satu lagi ‘CAVANA’. Dua kotak yang menyimpan kenangan berbeda, yang selalu
saja membuatnya tertawa setiap melihat isinya, dan selalu membuatnya menangis
ketika menyadari bahwa dia kangen sekali dengan mereka.
Zevana
menyimpan dus besar yang diambil dari gudang tadi ke dalam lemarinya. Ia
mengunci pintunya rapat-rapat, dia butuh waktu sendiri dulu sekarang, tidak
ingin ada yang mengganggunya.
Zevana
mengambil kotak yang berwarna gold itu, yang bertuliskan ‘CAVANA’. Ia tersenyum
memandangi isinya. Tak berubah sedikitpun. Setetes demi setetes, air matanya
menitik, memutar kembali semua kenangan itu, yang kini perlahan terbentuk di
depannya, seolah bermain kembali di hadapannya.
***
Seorang anak laki-laki seusia agni dan zevana
memandangi dirinya di cermin. Apakah ada yang kurang dari dirinya? Apakah ada
yang buruk dari dirinya? Mengapa gadis yang disayanginya tidak pernah menyadari
perhatiannya? Apakah dia tidak memiliki tempat sama sekali di hati gadis itu?
Ia
menghela napas, kemudian membanting dirinya di tempat tidur. Menatap
langit-langit kamarnya, hanya wajah gadis itu yang terbayang di matanya. Manis,
cantik, anggun, baik, perhatian, dan supel, begitu melekat dalam diri gadis
itu. namun sayang, satu hal yang tidak disukainya dari gadis itu. terlalu mudah
berpindah hati.
Ia
memandangi kamarnya, penuh dengan poster-poster dirinya, the best drummer.
Dalam seminggu, bisa berapa kali dia muncul di TV, bisa berapa kali dia
menunjukkan kehebatannya dalam memukul drum-drum itu? banyak sekali. bahkan dia
sering sekali diliput dalam majalah dan koran. Begitu banyak fansnya, begitu
banyak wanita yang menginginkannya di luar sana.
Tapi
mengapa gadis yang dicintainya, yang satu dunia dengannya, malah tidak
menganggapnya lebih? Hanya sekedar sahabat. Sahabat yang selalu mencarinya dikala
sedih, dan mungkin sedikit melupakannya dikala senang. Tapi dia tidak pernah
mengeluh, dia justru senang, karenanya dia justru merasa setidaknya dirinya
sedikit berarti di hati gadis itu, bisa menjadi sandaran di kala susah dan
sedih.
Ray.
Raynald Prasetya. Dengan rambut gondrong dan wajah imut khasnya, ia mampu
menggemparkan panggung musik, tak hanya nasional, namun juga internasional.
Sudah bertahun-tahun ia berkecimpung dalam dunia entertain, dan sudah banyak
juga gadis yang ditemuinya dalam dunia itu, meski hanya satu gadis yang mampu
menaklukan hatinya.
Gadis
yang saat pertama kali ditemuinya adalah seorang model biasa, kini sudah
menjadi aktris terkenal. Berbagai sinetron, berbagai film, sudah gadis itu
bintangi, dan sebanyak itu jugalah ia menjalin hubungan dengan lawan mainnya.
Ray
sudah berkali mendengar curhatan gadis itu, dari yang mulai jatuh hati sampai
patah hati, dari yang mulai jadian, sampai putus. Dan berkali juga hatinya
harus dirajam jarum mendengar semua kisah itu.
***
Seorang
gadis yang baru menyelesaikan syutingnya kini tengah berdiri di bawah pohon
yang cukup besar. Mengusap lengannya sendiri, kedinginan. Hujan begitu deras
mengguyur, seolah tak mengizinkannya pergi dari lokasi syting itu. sudah cukup
lama dia menunggu mobilnya menjemputnya, namun tak kunjung datang juga.
Sebuah
jaket menutupi tubuhnya. Ia menoleh ke belakang. septian. Pacarnya sekarang,
sekaligus lawan mainnya di sinetron yang dibintanginya ini. “aku temenin ya
fy,” katanya lembut.
Gadis
itu mengangguk dan tersenyum manis. Septian begitu baik padanya, padahal baru
saja kemarin mereka jadian. Semoga dia tidak akan menyakiti hati septian,
seperti mantan-mantannya sebelumnya.
Ify.
Alyssa Saufika Umari. Gadis yang sedang naik daun ini begitu manis dan cantik.
Rambutnya yang hitam panjang lurus tergerai begitu saja. namun sayang, hatinya
tidak pernah menetap. Meski berkali sudah ia menjalin hubungan, tak pernah ada
satupun cowok yang membekas di hatinya, yang menurutnya cocok dengan dirinya,
yang mengerti dirinya.
Sebenarnya
dia tidak pernah menetapkan pasangannya harus dari dunia entertain, dari dunia
biasa pun boleh-boleh saja, asalkan cocok dengan dirinya. Namun waktunya banyak
tersita untuk dunia entertain, membuat dirinya harus hidup dalam pergaulan para
entertainer, yang menurutnya tidak terlalu nyaman.
Siapa
sih yang mau, hidup penuh sorotan, yang dalam setiap apa yang dilakukannya
pasti akan diketahui banyak orang. Apalagi dia sering berganti pasangan,
membuat dia dikenal dengan ke-playgirl-annya, tapi sama sekali tidak mengurangi
jumlah fansnya.
***
Shilla
yang sedang sibuk memasak di dapur cukup dikejutkan dengan seruan kekhawatiran sivia.
“nathan! Lo kenapa? kok bisa lecet gini sih?”
Shilla
mematikan kompornya, kemudian segera berlari menghampiri sivia di ruang tamu.
“ya ampun nathan! Lo kenapa bisa gini sih?” shilla memegangi tangan nathan.
Sivia segera berlari mengambil obat lalu mengobati luka-luka nathan. Yang
diobati masih diam saja, seolah tak mendengarkan kekhawatiran kedua gadis
dihadapannya ini.
Shilla
menatap cowok dihadapannya ini, menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajah
cowok itu. tidak berkedip sama sekali, pandangannya kosong menatap luka itu.
“nathan!” katanya menepuk bahu nathan.
“gak.
Bukan dia. gak mungkin,” gumam nathan tidak percaya.
Shilla
dan sivia berpandangan bingung. Tidak mengerti dengan apa yang diucapkan
nathan. “nathan, ‘dia’ siapa?” tanya sivia ingin tahu, namun Nathan tidak
menghiraukannya sama sekali.
Nathan
menatap ke sebelahnya, kosong, tidak ada apa-apa, namun ada baginya. “dea, gue
ngerasa ada yang aneh sama cewek tadi. menurut lo?” tanyanya minta pendapat.
Sosok
dea tersenyum padanya. “gak ada apa-apa kok nath. Luka lo masih sakit?”
tanyanya perhatian.
Nathan
menggeleng. “de, deva mana?” tanyanya celingukan, mencari sosok deva.
Sosok
deva tiba-tiba muncul dihadapannya. “gue disini nath,” katanya sambil
tersenyum.
“gue
mau cerita, tapi di kamar aja. Tungguin gue ya,” katanya. Sosok dea dan deva
mengangguk, kemudian segera hilang dari pandangannya.
Shilla
dan sivia yang sudah sering sekali melihat nathan berbicara sendiri seperti ini
bersikap biasa saja. jujur saja, mereka sungguh kasihan pada nathan, harus
mengalami ini semua. Jadi berubah drastis dari dirinya yang dulu. Dan sepanjang
keadaannya sekarang, mereka belum pernah melihat nathan tersenyum sedikitpun.
Selalu dingin, cuek, dan jutek. Sama sekali tidak tertawa, tidak tersenyum,
ataupun mengatakan suatu hal yang membahagiakan.
Nathan
langsung ngeloyor ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun begitu sivia
selesai mengobati lukanya. Shilla dan sivia berpandangan dan mengangkat bahu.
Sudah biasa mereka diperlakukan seperti ini. bicara dengan mereka saja jarang
sekali. sepanjang-panjangnya kalau mau ngomong juga Cuma sama shilla.
***
Agni
menghampiri zevana yang sedang sarapan dan duduk di sebelahnya, ikut sarapan.
“pagi ma, pa, zev,” sapanya. Ketiganya hanya tersenyum dan mengangguk.
“zev,
gue mau ngomong sama lo ntar, penting,” kata agni serius.
Zevana
menatap agni heran becampur bingung. Tumben agni ngomongnya serius pagi-pagi
gini. tapi rasanya dia tau apa yang mau dibicarakan oleh agni.
Selesai
makan, zevana dan agni berangkat ke sekolahnya bareng. “mau ngomong apa ag?”
tanya zevana.
Agni
memejamkan matanya sedetik, kemudian membukanya lagi disertai helaan napas berat.
“gue mohon dengan sangat ze, balikin semua ingetan gue yang gue lupain, bantuin
gue biar gue inget semuanya. Dia dateng lagi ze dalam mimpi gue. udah beberapa
hari ini gue mimpiin dia. dia siapa sih ze?” tanya dan mohonnya.
Zevana
tersenyum. Bukan gurat persetujuan yang terpeta di wajahnya, melainkan gurat
kesedihan. “lo beneran mau semuanya balik ag? Gue gak mau lo nyesel aja kalo
semuanya balik. Gue gak mau liat lo sedih dan bingung,” katanya pelan.
“maksud
lo apa sih ze?” tanya agni tidak paham.
Zevana
menggeleng pelan. Sepertinya sudah tiba waktunya dia harus memberitahu agni
yang sebenarnya. untuk urusan selanjutnya, biarkan agni yang memilihnya
sendiri.
***
“break
dulu satu jam!” seru seorang sutradara di sebuah lokasi syuting.
Sang
pemeran utama laki-laki itu beristirahat dalam mobilnya, merogoh kantong
celananya mengambil hape. Banyak sekali panggilan tak terjawab yang
diterimanya. Ia bingung begitu melihat yang menghubunginya itu hanya satu nomor
dan tak dikenal. Siapa? Tidak mungkin fansnya, dia sudah menyiapkan nomor
khusus untuk fans-fansnya. Hanya kalangan entertainer dan orang-orang dalamnya
yang tahu nomornya ini.
Hapenya
berdering, nomor itu menghubunginya lagi. tanpa ragu-ragu ia langsung
menerimanya, penasaran dengan siapa yang meneleponnya. Sepertinya penting
sekali, kalau tidak, mana mungkin sampai puluhan kali.
Ia
tertegun begitu mendengar penelepon itu berbicara. Kaget sekali dirinya. Selama
ini.. orang yang selalu dicarinya. Ia berbicara lama sekali, begitu bersemangat
dan senang, masih belum sepenuhnya percaya dengan keberuntungan yang
mendatanginya hari ini. 6 tahun dia menunggu..
Selesai
menelepon, ia segera berlari kembali ke lokasi syuting, mencari managernya.
“ozy!” serunya sambil menepuk bahu ozy dengan terengah-engah.
“napa
cak?” tanya ozy heran.
“itu..
gue mau pindah sekolah! Pokoknya lusa gue harus udah sekolah di AS SHS! Lo urus
semuanya ya!” katanya terburu-buru lalu meninggalkan ozy yang cengo dengan
segera.
Ozy
tersadar dari lamunannya. Sudah 7 tahun ini dia menjadi managernya cakka, namun
belum pernah dia melihat cakka sesemangat ini, mana ingin pindah sekolah pula.
Dia jadi penasaran.
Ozy
langsung membuka laptopnya, mencari informasi tentang sekolah itu. matanya
melebar begitu melihat dua nama siswi yang terdaftar disana. Dia.. masih
hidupkah? Bukankah dia sudah meninggal.. lima tahun lalu? Batinnya tidak
percaya.
Artis
yang telah 7 tahun ini dimanagerinya, Cakka. Cakka Kawekas Nuraga. Siapa yang
tidak tahu cakka? Terlalu terkenal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pribadi cakka yang baik, perhatian, lucu, cool, keren, dan mempesona itu tidak
mampu dipungkiri oleh siapapun. Tak pernah terdengar gosip buruk apapun tentang
cakka, seolah cakka tidak mempunyai masalah. Namun itu semua salah, cakka
justru memiliki masalah yang sangat besar dalam dirinya, sebuah rasa kehilangan
dan sebuah rasa benci yang sangat besar.
***
Sivia
mencari kesempatan dimana shilla sedang tidak mengawasi nathan atau berada di
dekat nathan. Sekarang. Shilla sedang sibuk menghapal skenario dan nathan
sedang di kamarnya.
“shil,”
panggil sivia. Shilla menoleh padanya, menunggu kelanjutannya. “lo dapet sms
dari ozy?” tanyanya. Shilla mengalihkan pandangannya ke naskah yang dipegangnya
dan mengangguk penuh keraguan.
“gue
udah daftarin nama kita dalam sekolah itu,” kata sivia tegas.
Shilla
membelalak kaget dan berdiri menghadap sivia. “lo gila siv! Kalo nathan tau, lo
bisa diamuk sama dia!” peringatnya.
Sivia
menatap pintu kamar nathan yang berada jauh dari tempatnya berdiri. “udah waktunya
dia kembali shil. Gue gak mau liat dia terus-terusan begini,” katanya prihatin.
Shilla
mengguncangkan bahu sivia, menatapnya memohon. “tapi itu nyakitin dia siv! Dia
bisa kumat kalo lo giniin! Napa sih lo gak pernah bisa ngertiin dia?!” shilla
berharap sivia mengerti, kondisinya sekarang tidak memungkinkan.
“orang
itu masih hidup shil. Gue tau cakka pasti mau pindah sekolah karna dia. kalo
cakka bisa segitu semangatnya, berarti ada hubungannya dengan masa lalu mereka
shil! Dan dia pasti bisa balikin nathan shil! Nathan kita yang dulu.. alvin,”
kata-kata sivia yang tadinya penuh emosi berangsur menjadi lirihan.
Shilla
terpaku di tempatnya. Dia juga sama seperti sivia, merindukan nathan mereka
yang dulu, sangat merindukannya. Tapi kesempatan itu terlalu mengandalkan
keberuntungan. Nathan bisa kembali seperti dulu, atau mungkin akan lebih hancur
dari sekarang.
“GAK!
STOP! GUE BUKAN PEMBUNUH! GUE BUKAN PEMBUNUH!” teriak nathan kencang dari
kamarnya.
Shilla
dan sivia berpandangan lalu berlari ke kamar nathan. Nathan duduk di sudut
kamar dengan kedua lutut ditekuk dan
kedua tangannya menutupi telinga, kedua matanya dipejamkan, seolah sedang ada
hal buruk yang mengganggunya. Shilla segera mendatangi nathan dan memeluknya,
mencoba meredakan ketakutan nathan.
“DEA!
STOP! PLEASE! GUE BUKAN PEMBUNUH! BUKAN!” teriaknya ketakutan. Badannya sedikit
gemetar.
Nathan
membuka matanya, menatap sosok dea yang berdiri dihadapannya. Pandangan dea
begitu menuduh, belum lagi senyum sinisnya yang semakin membuat nathan
ketakutan. “pembunuh.. kamu udah bunuh dia.. kamu udah bunuh mereka.. kamu
nyelakain mereka.. kamu penyebab semuanya pergi.. kamu pembunuh.. pembunuh..
pembunuh..” tuduh dea pada nathan. Tatapan tajamnya membuat nathan jadi
merinding, tatapan itu masuk ke dalam matanya, menusuk-nusuk tajam kulitnya
dalam setiap detak jantungnya.
“stop
de! Jangan liat gue kayak gitu! Stop! Deva! Deva! Please bantuin gue! bawa dea
pergi!” mohonnya frustasi.
Sosok
deva segera muncul dan berdiri agak jauh dari dea, kemudian menggeleng pelan.
“selesaiin masalah lo sama dea nath, gue gak ikut campur,” katanya angkat
tangan.
Nathan
menatap deva penuh permohonan. Sia-sia, deva tidak mau membantunya sama sekali.
ia beralih menatap dea yang masih seperti tadi menatapnya. Ia bergidik ngeri.
Dea
tertawa sinis. “pembunuh yang dibunuh.. kamu kan, alvin? alvin udah mati kan?
pembunuh yang terbunuh, kasian banget ya nasibnya? Semua ceweknya mati
gara-gara dia! Aren! Acha! Nandya! Silvia! Semua mati Cuma karna memenuhi
permintaan seorang alvin. dan dia, dia juga mati kan gara-gara lo, alvin?”
Nathan
mengepalkan kedua tangannya, emosinya sudah memuncak sekarang. “PERGI! PERGI
LO! DEA! PERGI!” bentak nathan keras.
Sosok
dea melambaikan jemarinya pelan, pamit, dengan seulas senyum sinis masih
tertinggal di wajahnya, kemudian dia menghilang. Sosok deva mendekat ke arah
nathan dan berjongkok di depannya. “nath,” panggilnya. Nathan menatapnya.
Amarahnya masih membekas dalam tatapannya. Deva tersenyum dan menunjuk dada
nathan. “tapi mereka gak bener-bener mati nath. mereka terus hidup dalam hati
lo. dan lo bisa hidupin mereka, seperti lo hidupin gue sama dea,” pesannya
sambil tersenyum kemudian pergi menghilang.
Nathan
terpaku di tempatnya, pandangannya kosong. Tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan
deva tadi. dia bisa menghidupkan mereka? Kalau dia bisa, dia ingin. Dia ingin
bisa menghidupkan acha dan aren, serta orang itu, yang sampai sekarang masih
belum bisa ia terima kematiannya.
Shilla
dan sivia menatap nathan yang diam saja. biasanya nathan akan mengusir mereka
setelah mengamuk seperti itu tadi, tapi ini tidak. “nathan,” cek shilla dengan
menepuk bahu nathan.
Nathan
masih seperti tadi. “bisa hidup lagi?” dia masih bertanya-tanya, masih belum
mengerti dengan maksud deva. Nathan beranjak dari tempatnya dan duduk bersandar
di kepala tempat tidurnya. Berpikir keras.
Sivia
duduk di tepi tempat tidur nathan. “hei nath, lo kenapa? kok diem? Gak ngusir
kita?” tanyanya heran. tidak biasa sekali nathan sibuk berpikir seperti ini.
Nathan
menatap sivia sinis. Cerewet sekali. “bukan urusan lo,” katanya kesal.
Sivia
menatapnya kesal. kenapa sih nathan tidak pernah bersikap baik padanya? Salah
dia apa sih? dari dulu sampai sekarang, nathan selalu sinis padanya, padahal
dia selalu bersikap manis pada nathan. Kadang dia iri pada shilla, dulu nathan
selalu baik sekali pada shilla, selalu menyenangkan shilla. tapi tak pernah
sedikitpun padanya. Bahkan sampai sekarang pun nathan masih bersikap sedikit
lunak pada shilla.
“lusa
lo sekolah. Bareng kita. Gue gak mau tau, pokoknya lo harus sekolah!” katanya
kesal lalu segera pergi meninggalkan nathan.
Mata
nathan melebar, terkejut dengan apa yang barusan dikatakan sivia. Shilla
menatap nathan gembira, untuk pertama kalinya, selama tiga tahun yang panjang ini,
dia melihat nathan menunjukkan sedikit ekspresinya.
“gue
gak mau!” tolaknya berteriak, agar sivia bisa mendengarnya.
Shilla
duduk di tepi tempat tidur nathan. “tapi lo harus sekolah normal nath. Kalo
homeschooling terus, lo gak punya temen nath,” katanya halus. Sebisa mungkin ia
mengatur kata-kata dan tata bicaranya, agar tidak melukai hati nathan, yang
sekarang ini.. sangat sensitif dan mudah terbawa emosi.
Nathan
menatapnya heran. kenapa shilla jadi ikut-ikutan sivia? “gue punya temen. Temen
gue dea sama deva!” bantahnya.
Shilla
berdecak. “nathan! Dea sama deva gak ada! Mereka Cuma khayalan lo aja! Kapan sih nath lo sadar? Mereka tuh gak ada!
GAK ADA!” shilla memberikan penekanan pada kata ‘gak ada’ terakhirnya.
Nathan
menatap shilla tajam. “mereka ada! Gue bisa liat mereka! Gue bisa nyentuh
mereka! Gue bisa ngobrol sama mereka!” bantahnya lagi.
“tapi
itu semua Cuma dalam khayalan lo! lo udah gede nath! Udah 16! Harusnya lo sadar
dong! Mereka Cuma temen khayalan lo aja! Yang gak mungkin jadi nyata! Dan gak
mungkin ada dalam dunia lo yang sebenernya nath,” shilla mencoba menyadarkan nathan
yang selama ini tenggelam dalam dunia khayalnya.
“pergi!”
usir nathan kencang. Shilla menghela napas, dan pergi meninggalkan nathan
sendirian.
***
AS
SHS cukup dihebohkan dengan kedatangan empat murid baru yang tiga diantaranya
merupakan kalangan artis. yang mereka herankan, kenapa para artis itu mendaftar
menjadi murid pada hari yang sama, masuk dalam hari yang sama, dan yang paling
anehnya, ketiganya saling berhubungan. Namun satu diantara empat murid itu,
menjadi bahan pembicaraan seisi sekolah. Mengapa bisa datang berbarengan dengan
sivia dan shilla? Mungkinkah dia..
Sebagian
murid berkumpul di aula, ingin melihat keempat murid baru mereka, sedangkan
sebagian berada di kelas masing-masing. meskipun sudah banyak artis yang
sekolah di sekolah mereka ini, kedatangan keempatnya paling menarik perhatian.
Begitu banyak bisikan yang terdengar, baik itu kekaguman, terkaan, celaan, dan
bisik-bisik lain.
Cakka
dan nathan, berdiri mengapit shilla dan sivia. Semua murid merasakan aura yang
aneh diantara cakka dan nathan. Sepertinya mereka saling mencoba menghindar
satu sama lain. Mungkinkah mereka saling mengenal?
“gue
cakka. cakka kawekas nuraga. Seneng bisa punya temen kayak lo semua,” kata
cakka memperkenalkan diri dan diakhiri dengan senyuman manis, yang langsung
membuat cewek-cewek disana melting habis-habisan.
“gue
sivia, sivia azizah,” katanya sambil tersenyum. Kali ini, cowok-cowok yang
dibuat melayang melihat senyumannya. Cantik sekali.
“seperti
yang lo semua tau, gue shilla. ashilla zahrantiara,” kata shilla dengan senyum
manis yang biasa dipamerkannya.
“nathan,”
kata nathan datar, singkat, dan padat. Tak ada senyuman, tak ada salam, tak ada
kata-kata lain yang diucapkannya. Membuat semua mata tertuju padanya dan
bisikan-bisikan yang tadi sudah hilang kini timbul lagi, berdengung kencang di
aula.
“siapa
tuh nathan? Apa mungkin dia..” bisik seorang cewek pada teman sebelahnya.
“gak
mungkin, lagipula, beda banget kok tampilannya. Gak ada dia-dianya sama
sekali,” kata teman sebelahnya itu.
Nathan
diam saja meskipun mendengar semua bisikan itu. dia yakin, tidak akan ada yang
tahu akan dirinya yang sesungguhnya, toh dia memakai kacamata biru muda,
membuat matanya tak dapat terlihat, lagipula dirinya memang sudah berbeda jauh
dari yang dulu.
“alvin
jonathan sindunata,” gumam seorang yang lainnya. Semua yang mendengar
gumamannya langsung menoleh padanya, menunggu kelanjutannya.
“cakka
dan SS, siapa yang gak tau mereka gak hanya bertiga, melainkan berempat? Alvin.
satu-satunya personil CASS yang belum gue sebut tadi kan?” lanjutnya. Semua
tampak berpikir dan mengingat-ngingat.
“keluarga
entertainer kan? gak ada satupun diantara mereka yang bukan entertainer. Coba lo
semua liat nathan. Memang jauh berbeda dengan alvin yang kita kenal. Tapi, mana
mungkin dia bisa bareng tiga orang yang lain kalau bukan punya hubungan dengan
mereka?” semua mengangguk setuju. Mereka memperhatikan nathan yang stay cool
saja daritadi, rasanya yang dikatakan anak itu benar, namun...
Nathan
yang merasa risih diliatin berbisik pada shilla. shilla mengangguk dan
berbicara sebentar pada kepala sekolah. Kemudian mereka diizinkan mengelilingi
isi sekolah dan disuruh mencari kelas mereka.
Sebagian
murid masih tinggal di aula, masih sibuk menerka-nerka siapakah gerangan sosok
nathan yang sebenarnya.
“tapi
mana mungkin, alvin bukannya hilang 5 tahun yang lalu dan dinyatakan meninggal?
Setelah konsernya di Singapur waktu itu?” tanya seorang yang lain dengan
bingung.
“yakin
dia hilang? Yakin dia udah mati? Gue gak yakin. Yang tadi kita liat,
bener-bener alvin. hanya saja, alvin yang berbeda dari yang kita kenal dulu,”
kata anak yang daritadi berkomentar terus tentang nathan. Ia meninggalkan yang
lain yang masih kebingungan dengan senyum sinis.
Mereka
memandangi orang yang barusan pergi itu dengan tatapan bingung campur heran.
“dia gabriel steven kan? anak infotainment?” tanya seorang anak.
Seorang
yang lain mengangguk. Pantas saja dia tahu semuanya. Rupanya anak infotainment,
tak heran dia mampu menguak semua misteri para selebriti di sekolah. Hampir
semua gosip selebriti di sekolah ini berasal darinya.
Cakka
dan sivia telah sampai di depan ruang kelas mereka. Keduanya masuk ke dalam.
Semua murid sudah kembali di kelas rupanya, pantas saja ramai. Mereka mengambil
tempat duduk di belakang ify dan riko.
Shilla
dan nathan masuk ke dalam kelas mereka, disambut dengan tatapan canggung para
anggota kelasnya. Melihat ada tiga bangku kosong di sana yang terpisah, satu
dengan seorang cowok, dua lagi dengan seorang cewek. Shilla segera duduk di
sebelah seorang cewek, dengan maksud membiarkan nathan duduk di sebelah cowok
itu.
Namun
entah karna angin apa nathan malah lebih memilih duduk di sebelah seorang cewek,
padahal biasanya dia slalu menghindar dari cewek. Cewek disebelahnya
menatapnya, sepertinya dia kenal dengan nathan. Tapi.. siapa ya?
Shilla
mengajak bicara teman sebangkunya, “nama lo siapa?” tanyanya ramah.
Cewek
sebangkunya tersenyum tipis. “agni. lo SS kan? kok mau masuk sini?” tanyanya.
Ia mencoba melepaskan pandangannya yang menyangkut di anak baru itu sejak anak
itu masuk ke kelasnya. Bukankah anak ini orang yang kemarin dia tabrak?
Shilla
tersenyum kemudian membalas, “emang salah? Ini sekolah bidang entertainment
kan? gak salah dong kita masuk sini.”
Agni
mengangguk saja. dia agak canggung bila harus berbicara dengan artis tenar
seperti shilla ini. takut ia dianggap sok akrab atau apalah seperti murid-murid
yang lain yang selalu mendekati artis yang baru sekolah disana. Ia mencoba
menatap buku dihadapannya agar tidak terus-terusan memandangi cowok tadi.
Shilla
menoel bahu nathan. Nathan berbalik dengan malas. Shilla menunjuk-nunjuk cewek
di sebelah nathan. Nathan menggeleng. Dia tidak punya keberanian yang cukup
untuk itu. shila mendelik kesal padanya lalu memajukan kepalanya, berbisik.
“heh
Nathan! Kalo lo gak berani ya jangan duduk disini lah! napa gak duduk di
sebelah cowok aja! Aneh lo!” bisiknya kesal campur heran. shilla mencoba agar
dirinya tidak terlalu menarik perhatian murid yang lain.
“gue
juga gak tau kenapa gue duduk disini,” bisik nathan cuek.
Shilla
mengembalikan posisinya dengan menggerutu kesal. menyebalkan sekali si nathan!
Tidak bisakah tidak dengan cuek begitu bicaranya?
Melihat
nathan tidak mau memulai pembicaraan, cewek di sebelah nathan yang memulainya
duluan. Ia menghadap nathan dan berdeham pelan. “hei, kenalin, gue zevana..
panggil aja gue zeze atau zeva,” katanya lalu tersenyum.
Nathan
sedikit kaget mendengar nama itu. apakah mungkin..? dia buru-buru menepisnya.
Gak mungkin, nama seperti itu banyak sekali di dunia ini. ia menghadap zevana.
Tak
sadar, nathan malah memperhatikan penampilan zevana. Rambutnya dikuncir kuda,
memakai kacamata, pakaiannya rapi. pandangannya berhenti di kedua mata zeva.
Mata berwarna coklat tua yang bening, serasa begitu tenang melihatnya.
Zevana
menjentikkan jarinya di depan wajah nathan, sukses membuyarkan lamunannya.
Nathan yang kaget mencoba tetap terlihat tenang. “nathan,” katanya,
mengakhirinya dengan senyuman yang amat tipis.
Nathan
merasa aneh, sudah berapa tahun dia tidak tersenyum? Kaku sekali rahangnya.
Yang menjadi pokok masalahnya, kenapa dia bisa tersenyum kembali untuk pertama
kalinya pada cewek yang baru dikenalnya ini?
Shilla
yang tadi melihat senyuman tipis nathan sangat kaget campur senang. Sudah lama
ia merindukan senyuman nathan, sudah lama ia menunggu senyuman itu. meskipun
itu sangat tipis sekali, dia sangat senang sekali, dia akan menceritakannya
pada sivia nanti.
Namun
sekarang yang mengisi otaknya adalah, mengapa nathan bisa tersenyum pada cewek
yang baru dikenalnya? Siapa namanya tadi? ohya.. zevana. Apa nathan mengenal
zevana? Besar kemungkinan tidak. nathan selama bertahun-tahun lebih memilih
mendekam di rumah ketimbang keluar rumah, dan dia sama sekali tidak punya teman
selama itu. bagaimana mungkin dia mengenal zevana. Ahh.. pikirannya jadi penuh
dengan segala kemungkinan dan harapan.
***
“cakka,”
panggil sivia pelan saat jam istirahat, saat tidak ada seorang murid pun di
kelas.
Cakka
menoleh ke arahnya. “ya, kenapa siv?” tanyanya yang sedang sibuk dengan
agendanya.
“elo
masih marah sama alvin?” tanyanya takut-takut.
Cakka
menatap sivia penuh amarah. “jangan pernah sebut nama itu depan gue! dia udah
mati, jangan sebut depan gue lagi!” katanya dingin, namun tersimpan kemarahan
yang amat besar dalam setiap ucapannya.
“cak!
Lo gak kasian apa sama alvin? dia sampe terpuruk gitu, lo gak kasian?!” sivia
jadi kesal dengan cakka.
Cakka
mendengus sinis. “lo pikir, dia doang yang sakit? Dia doang yang kehilangan? Dia
doang yang terpuruk? Gue juga siv!” ucapnya penuh emosi.
“tapi
lo masih bisa bangkit dari itu semua cak! Kalo alvin.. dia..” kata-kata sivia
terputus begitu cakka menyela, “gue gak peduli!”
Sivia
menghela napas berat begitu melihat cakka keluar dari kelas. Dia Cuma kasihan..
kasihan dengan alvin yang seperti ini sekarang.. yang begitu terpuruk akan masa
lalunya, yang membuatnya semakin jatuh semakin kesininya.
Seseorang
yang mendengarkan pembicaraan keduanya dari balik pintu luar tersenyum puas.
Setidaknya puzzle keingintahuan di otaknya tersusun satu.
***
Cakka
berhenti di depan pintu perpustakaan. Sesuatu seperti mendorongnya masuk
kesini. Ya, dia memang suka dengan buku, namun kenapa kakinya melangkah ke
dalam sini? Dia sedang tidak ingin bergumul dengan buku-buku dulu.
Cakka
membuka pintunya, terlihat beberapa orang sedang sibuk berdiskusi, serius
sekali. ia masuk ke dalam, dan menghampiri dua orang yang dikenalnya yang
sedang sibuk menulis dan mengetik. Ia berdeham pelan, membuat kedua orang itu
menoleh ke arahnya.
“fy,
ray, sori ganggu. Gue mau nanya, kok pada serius amat? Lagi ngapain?” tanyanya
pelan, takut mengganggu yang lain.
“kelas
sastra lagi sibuk nyari tugas cak,” jawab ray, kembali mengetik.
Cakka
mengerutkan keningnya. “lo anak sastra? Ray yang hobinya ngegebukin drum ini suka
sama buku juga? Gue kirain lo sukanya Cuma ngegebuk-gebuk doang ray,” candanya
sambil menggelengkan kepala.
Ray
mendesis kesal. “gak usah banyak komen dah lo. lo ngapain kesini?” tanyanya
sinis.
“tau
deh. jalan-jalan aja,” kata cakka. “gue balik ya,” pamitnya pada keduanya.
“tunggu
cak!” seru ify pelan. Cakka berbalik dan menunggunya melanjutkan. “lo mau ikut
kelas sastra? Kalo lo berminat, kasih formulir kelas lo ke gue ya,” lanjutnya.
Cakka
tersenyum dan mengangguk.
***
Berminat
dengan kelas sastra membuat cakka kembali ke kelasnya dengan segera, ingin
mengisi formulir dan memberikannya pada ify, serta ingin mencari seseorang.
tapi sebelum ia melangkah masuk dalam kelasnya, ia berhenti begitu melihat isi
kelasnya. Tidak kaget dengan apa yang dilihatnya, banyak cewek-cewek yang
sedang mengerumuni sivia dan shilla disana, yang ia tahu pasti, bahwa
sebenarnya cewek-cewek itu menunggunya.
Cakka
segera berbalik, ingin menghindar dari mereka. Bukannya dia tidak suka
dikejar-kejar fansnya, hanya saja, dia sedang ingin mencari seseorang dulu.
Percuma. Ada salah seorang yang berteriak memanggilnya dan menunjuknya.
Cakka
sama sekali tidak lari menghindar, karna sudah dicegat duluan di sekitarnya.
Semua histeris begitu melihat cakka dari dekat. Cakka hanya tersenyum paksa
saja menanggapinya.
“CAKKA!”
panggil seseorang kencang beberapa meter darinya.
Cakka
yang mengenali suara itu langsung mencari sumber suara dan menerobos kerumunan
fansnya dengan semangat. Dan dia kini sudah berhadapan dengan orang yang
memanggilnya tadi. tentu saja dia mengenali orang ini, dengan rambut yang
dikuncir kuda dengan ikat rambut emas.
“lo
vana?” tanyanya sambil menunjuk orang itu. orang itu-zevana-mengangguk sambil
tersenyum manis.
Cakka
mengguncangkan kedua bahu zevana dengan senangnya. “ya ampun vana! Gue kangen
banget sama lo! gue mau cerita banyaakk banget sama lo! ntar pulang sama gue
ya?” tanyanya semangat.
Semua
fansnya melongo heran campur bingung campur shock. Zevana? Bagaimana bisa dia
kenal dekat dengan cakka? baru kali ini mereka melihat cakka sebegitu
semangatnya? Bisa tersenyum dengan lepasnya? Bisa sepanjang itu bicaranya?
Zevana
menggeleng. “sori cak, gue gak bisa. Sibuk. Banyak les,” katanya kecewa.
“yaudah
deh. laen kali harus bisa ya! janji!” kata cakka berharap. zevana mengangguk.
Bel
masuk mengakhiri pertemuan singkat keduanya, sementara semua orang yang melihat
kejadian tadi masih bertanya-tanya hubungan apa diantara zevana dan cakka.
“gabriel!”
seru zevana pada seseorang yang juga tidak mengerti dengan yang terjadi
barusan.
Gabriel
tersadar dari lamunannya. “kenapa ze?” tanyanya.
“gak
papa! Lo jangan terpengaruh sama yang lain ya buat bikin gosip barusan! Awas
aja lo!” ancamnya bercanda.
Gabriel
tertawa kecil, kemudian merangkul zevana sambil berjalan ke kelasnya. “ya
enggaklah ze! Tenang aja! Hehe,” katanya cengengesan. Dia memang cukup akrab
dengan zevana, secara satu kelas, mana pintar pula si zevana, senang sekali dia
punya teman yang selevel dengannya.
Zevana
hanya tersenyum kecil menanggapinya. Gabriel. Meskipun dia anak infotainment,
dia tidak pernah memunculkan gosip yang tidak-tidak, yang diumbarnya selalu
yang nyata dan mempunyai fakta. Hingga ia bahkan sudah direkrut di sebuah
production house ternama untuk mencari gosip di sekolah mereka ini, padahal
lulus sma saja belum. Zevana hanya tidak mau gabriel mengungkapkan hal ini,
karna dia belum siap, bila harus digosipkan dengan cakka dimana-mana.
***
“fy!
Pulang bareng gak?” seru ray dari pintu kelas ify disaat tinggal ify sendiri di
kelasnya.
Ify
mendatanginya. “gue kan dijemput sama septian ray,” jawab ify.
Tampak
sedikit raut kekecewaan dari wajah ray, namun ia segera menepuk keningnya dan
tersenyum. “oh iya! Lupa! Lagian lo abis putus langsung jadian lagi sih! kapan
gue pulang bareng sama lo lagi ifyku sayaangg,” sindir ray sambil mengacak
rambut ify.
Ify
tertawa kecil dan merapikan rambutnya. Dia suka dipanggil seperti itu oleh ray,
entah mengapa. “hehe, besok gue minta dia gak usah jemput deh! biar gue pulang
sama lo! tapi jangan langsung pulang, kita jalan dulu! Gimana?” usul ify.
Wajah
ray kembali cerah, kemudian mengacungkan jempolnya di depan wajah ify. “sip!
Kemanapun lo mau pergi, gue anter!” balasnya semangat.
“jadi
supir gue aja ray sekalian,” goda ify.
“boleh
kalo lo mau. Eh, emangnya besok lo kagak ada syuting atau wawancara atau acara
apa gitu?” tanyanya heran. bukankah biasanya ify sibuk sekali?
Ify
menggeleng cepat. “gak ada! Makanya, kesempatan buat lo nih buat jalan sama
artis terkenal, ALYSSA,” kata ify dengan penekanan kebangaan di namanya.
Ray
mengangkat sebelah alisnya. “idih.. bagus apanya? perannya antagonis mulu! Gitu
aja bangga! Mendingan gue dong, the best drummer! Banyak noh yang ngefans sama
gue! beruntung lo bisa temenan ama gue, jalan ama gue lagi!” bangga ray.
Ify
terkekeh. “udah ah! Septian kayaknya udah jemput gue tuh! Dadah rayku sayang,”
candanya sambil melambaikan tangannya lalu berlari ke parkiran. Ray membalas
lambaiannya dengan tersenyum kecil.
***
Ozy
duduk di depan setir, menyalakan mobil, dan mulai melajukannya. Ia melirik ke
sebelahnya. Cakka. sedang senyam-senyum gak jelas. Dia jadi penasaran. “cak,”
panggilnya.
Cakka
menoleh ke arahnya. “apa?” tanyanya.
“seneng
amat lo. baru sehari sekolah juga,” kata ozy penasaran.
Cakka
tersenyum kecil. “gak papa, kayaknya gue bakal betah sekolah disana,” katanya
senang.
Ozy
tersenyum kecil mendengarnya. Sudah lama tidak melihat cakka yang seperti ini,
yang seperti dulu. “udah ketemu sama dia cak?” tanyanya.
“dia?
zeva? Udah,” jawab cakka. sepertinya ada yang kelupaan, apa ya?
Cakka
menepuk keningnya. Bodoh sekali dirinya, kenapa jadi lupa tujuan awalnya pindah
kesana? Dia kan mau bertemu orang itu, kenapa tadi bisa kelupaan sih? hufft..
Cakka
terus-terusan mengingatkan dirinya bahwa besok dia harus mencari orang itu
secepatnya. Bakal susah deh, mana vana tidak mau membantunya lagi. bakal susah
deh, udah 7 tahun gak bertemu, masih sama gak ya kayak dulu?
***
0 comments:
Post a Comment