Monday 6 December 2010 | By: Vina Arisandra

My POV 1


sebenernya ini cerpen.. cuma kepanjangan. jadinya cerpen bersambung (?) palingan cuma 2 atau 3 part.. maklum ya kalo jelek.. baru pertama kali bikin yang singkat-singkat gini.. selamat membaca ^^

My P.O.V

“ALVINN!!”

Ah, lagi-lagi aku mendengar teriakan nama itu. Pasti alvin sedang menjahilinya lagi. Entah apa yang telah dilakukan alvin kali ini.

“kenapa lagi ag?” tanyaku. Pertanyaan yang persis sama dan kulontarkan setiap hari.

“itu! Dia ngambil kertas tugas gue! Padahal kan abis ini mau dikumpulin!” serunya kesal.

Aku hanya menggelengkan kepalaku melihat tingkah sepupuku itu, alvin. Ia selalu saja menjahili agni dengan ide kekanak-kanakkannya, dan itu sudah berlangsung sejak kami kelas 4 SD. Kami memang satu sekolah sejak SD. Dan asal kalian tahu saja, alvinlah yang selalu mengikuti diriku dan agni sejak SD sampai sekarang ini, SMA.

Dan yang kutahu, dan seisi sekolah ini tahu, alvin memiliki sifat asli yang nyaris selalu ditutupinya di hadapan orang lain. Dan beruntungnya, hanya kepada satu perempuanlah sifat aslinya itu mulai muncul. Dan itu agni.

Ya, agni. Agni yang selalu dijahili alvin setiap hari, yang selalu menjadi pusat perhatian semua orang saat bersama alvin, dan yang selalu tampil dengan kesederhanaan serta ketulusannya. Gadis cantik dengan pemikiran yang kadang kubilang polos itu hebatnya bisa meluluhkan si pangeran es. Kalau dilihat sekilas, aku sama seperti yang lain, tak tau mengapa alvin bisa luluh pada agni.

Dia hanya gadis biasa. Mungkin tergolong pintar, karna selama ini dia sekolah dengan bermodal beasiswa dan tekad belajar. Kuakui, senyumnya manis. Ia pun baik dan lugu. Yang jelas aku senang bisa berteman baik dengannya. Tapi tetap saja aku penasaran.

Kadang keluguan dan kepolosannya itu yang membuatku gemas. Masa ia tak tahu kalau alvin menyukainya? Atau bisa kubilang, alvin jelas terang-terangan menunjukkan kalau ia menyukai agni. Tapi bukan agni namanya kalau ia tahu. Padahal aku sudah sering menggodanya dan bilang padanya kalau alvin suka padanya, tapi ia tetap saja tidak percaya dan menganggap itu sebuah candaan biasa. Oh mai..

Sekarang kulihat agni sedang mencoba mengambil kertas tugasnya yang dijauhkan oleh tangan alvin. Dan agni sedang berusaha menggapai-gapai dengan tangannya. Tentu saja tidak sampai. Alvin jauh lebih tinggi darinya. Bahkan tinggi agni hanya sampai sedagu alvin. Bagaimana ia bisa mengambilnya coba?

Kulihat alvin tersenyum senang. Aku tahu alvin sangat menikmati saat-saat seperti ini. Saat-saat dia bersama dengan agni. Saat-saat agni kesal padanya, menganggapnya menyebalkan, pengganggu, dan semacamnya. Karna pada saat itulah, agni akan memanggil namanya, meneriakkan namanya, dan ingat akan dirinya.

Aku jadi teringat saat aku menyadari sikap alvin yang mulai menunjukkan rasa sayangnya pada agni. Saat itu..

>>Flashback on<<

Hari ini pemakaman ayah agni. Ayah yang meninggal karena kecelakaan pesawat itu masih tidak dapat diterima agni. Ia masih terus saja menangis. Sampai sekarang. Saat semua kerabat beranjak pulang, ia mulai menangis.

Aku tidak dapat berbuat apapun untuk menghentikan tangisnya. Karna ku tahu itu pasti sangat berat untuk agni. Lagipula, biarkanlah agni meluapkan semua kesedihannya, agar esok hari ia tidak sedih lagi.

Namun lain dengan alvin. Ia merogoh kantong bajunya, lalu mengambil sehelai sapu tangan yang kemudian ia berikan pada agni. Alvin mengulurkan tangannya dengan berkata, “agni, lo boleh nangis karna sedih. Tapi jangan terus-terusan, kasihan sama diri lo sendiri. Kalo lo jatuh sakit, nanti siapa yang ngejagain mama lo sama adek lo?”

Aku tersenyum mendengarnya. Dan kulihat agnipun begitu. Agni mengambil sapu tangan alvin dan segera mengusap wajahnya yang basah karena menangis dan menggantinya dengan seulas senyum manis. Kurasa agni tersadar dengan kata-kata alvin tadi.

“lo masih mau disini atau mau pulang?” tanya alvin lembut. Sontak aku melihat kearah alvin, mungkin dengan mulut sedikit menganga. Kemudian aku tutup kembali mulutku. Apa aku tidak salah dengar? Baru kali ini aku mendengar alvin bicara dengan lembut, bahkan dengan tatapan penuh perhatian. Apa jangan-jangan.. hmm.. pasti. Tidak salah lagi.

Sepertinya agni tidak menyadarinya. Ia malah menatap nisan ayahnya kemudian kembali menatap alvin yang sedang menunggu jawabannya. Dasar polos. Ia hanya mengangguk tanpa bereaksi apapun lagi.

“lo mau bareng gak?” akhirnya alvin mengajakku bicara juga. Kukira mereka tidak menyadari kalau aku masih ada di sini.

Aku menggeleng. “gak. Lo anterin agni aja. Gue pulang sendiri,” jawabku. Tentu aku tidak mau mengganggu mereka. Lagipula, kalau aku ada pun mereka tidak sadar.

“gue duluan ya,” pamitku pada mereka. Keduanya hanya mengangguk. Kemudian aku berlalu meninggalkan mereka.

Namun tidak secepat itu aku benar-benar pergi. Aku memperhatikan keduanya dari balik sebuah pohon. Keduanya berjalan meninggalkan makam itu. Seiring dengan langkah mereka, kulihat bibir alvin bergerak-gerak dan kulihat agni tersenyum. Sepertinya alvin sedang mencoba menghibur agni.

Yang menarik perhatianku saat alvin meletakkan sebelah tangannya di bahu agni dan mengusap-usapnya. Ckckck.. rupanya sepupuku satu-satunya ini sedang falling in love. Buktinya, hari ini dia benar-benar bersikap lembut pada agni. Tapi, bagaimana bisa dia menyukai gadis itu?

>>Flashback off<<

Lamunanku terbuyar begitu mendengar teriakan kesal plus kecewa agni. “Alvin! Gara-gara lo kertas tugas gue jadi robek kan! Waktunya udah gak cukup buat nyalin lagi! Nyebelin banget sih lo!” suara agni terdengar seperti hampir menangis.

Agni memandangi secarik kertas yang ada di genggamannya. Ia pasti kesal sekali. Sudah capek-capek buat, malah robek gara-gara alvin. Akhirnya ia berdecak kemudian mengambil kertas lagi dan sebuah pulpen, berniat menyalin kembali tugasnya yang telah dihancurkan alvin itu.

Baru saja agni menuliskan namanya, alvin sudah merebut kertasnya kembali. Agni sudah siap marah pada alvin, tapi begitu melihat apa yag dilakukan alvin, keningnya berkerut. Terang saja, alvin malah menggantikannya menyalin tugasnya itu.

“gue yang kerjain. Sebagai permintaan maaf gue karna tugas lo robek,” kata alvin santai, seolah-olah ia sudah terbiasa berlaku seperti itu pada orang lain.

Agni mengangkat sebelah alisnya. “gak perlu! Nanti kalo gurunya tau gimana? Lagian tulisan lo jelek! Gue gak mau nilai-nilai gue ternoda sama tulisan lo!” serunya kencang.

Hening. Semua mata sudah tertuju kepada keduanya. Alvin masih tenang-tenang saja, tidak menghiraukan seruan agni yang lebih tepat dibilang mengusirnya itu. Aku melihat perubahan rona wajah agni. Tampaknya ia sudah sangat kesal dengan perlakuan sepupuku itu yang sudah sangat seenaknya.

Tapi apa yang bisa dilakukan agni? Kalau ia marah-marah pun alvin tak akan menanggapinya. Kalau ia merebut kembali kertasnya, sudah pasti alvin tidak akan membiarkannya. Jadi yang bisa ia lakukan hanya diam. Begitupun denganku. Lagipula, aku tidak mau merusak adegan-adegan yang terurai manis di depanku ini. Hihi..

“ini,” alvin menyodorkan kertas yang sudah tersalin di depan agni. Agni mengambilnya kasar, kemudian bergegas menyimpannya dan duduk di bangkunya dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja.

“catet, tulisan gue lebih bagus dari lo. Kalo gurunya nanya, bilang aja karna gue. Gak usah khawatir lo bakal dimarahin,” kata alvin sedikit lembut.

Mataku beralih pada cewek-cewek yang tadinya sedang bergosip di tempat duduk paling belakang. Mereka terus menatap alvin dan agni dengan pandangan putus asa dan kecewa. Dalam hati aku tertawa puas, melihat mereka yang sudah putus asa dalam menarik perhatian alvin, sebab alvin terus-terusan perhatian pada agni dan dingin pada gadis-gadis lain. How poor, girls!

“udahlah ag, kalo bawa-bawa nama alvin, gue jamin deh gak kenapa-napa,” kataku meyakinkan agni.

agni diam saja. kurasa ia masih kesal dengan perlakuan alvin tadi. Kemudian kutatap alvin. Ia mengerti maksudku. Kemudian alvin berlutut di depan meja agni agar tingginya setara dengan kepala agni. Tangan kirinya ia jadikan tumpuan untuk dagunya, sedangkan tangan kanannya malah sudah berada tepat 2 centi di atas kepala agni.

Aku memilih menonton dari tempat dudukku saja. wow. Sepertinya hari ini alvin akan mulai lebih terang-terangan lagi pada agni. Kuperhatikan sekitarku. Mereka juga sama. Tidak ada yang melepaskan sedikitpun dari titik alvin berada. Semuanya diam, dengan napas tertahan.

Dan yang kutunggu-tunggu pun akhirnya terjadi. Senyum mengembang terulas di wajahku. Dan sekarang, lebih baik aku menikmati pemandangan langka yang sepertinya akan menuju menjadi kebiasaan mulai dari detik ini.

Alvin mengusap kepala agni lembut. Tidak ada reaksi apapun dari agni. Aku jadi bingung. Mana mungkin agni tidak bereaksi? Wait.. jangan-jangan dia tidur? Ah! Tidak tepat waktu banget sih!

“alvin,” kataku. Alvin kemudian menoleh ke arahku dan meletakkan telunjuk di bibirnya. Aku mengerti. Alvin sepertinya sudah menyadari kalau agni tidur.

Ya, tidur karena kecapekan bekerja pastinya. Agni yang semenjak ditinggal ayahnya harus membantu ibunya bekerja. Walaupun hanya sebagai pelayan restoran sih. Tapi setidaknya ia punya niat baik untuk membantu keuangan keluarganya. Dan oleh karena itu ia jadi belajar sampai tengah malam, dan subuh ia harus bangun untuk mengulang pelajaran yang semalam. Benar-benar anak rajin. Aku salut padanya.

Tapi akibatnya, ia sering tidur atau ketiduran saat di sekolah. Apalagi setelah lelah dikerjai alvin, pasti ia bisa langsung tidur saja. aneh.

Alvin terus-terusan memandangi agni. Memandangi gadis pujaan hatinya itu. Kalau dilihat-lihat, mereka cocok juga. Cocok sekali malah! Sangat serasi! Yang satu dingin, yang satu ramah. Satunya keren, satunya biasa saja. yang satu kaya, yang satu sederhana. Dan satu persamaan di antara mereka, sama-sama memiliki kecerdasan intelektual yang berlebih! Baik alvin maupun agni, keduanya selalu mengambil tempat di posisi rangking pertama di angkatan masing-masing. Keren!

“gue sayang sama lo ag,” ucap alvin sangat pelan. Aku bisa mendengarnya. Tapi sepertinya yang lain tidak. Aku terkesima. Pernyataan cinta dari alvin rupanya.

Alvin kemudian mengecup kepala agni. Dan baru ku sadari kalau tatapan alvin pada agni menjadi sangat lembut. Oh god! Kalau aku berada di posisi agni, aku pasti akan sangat sangat senang. Bagaimana tidak? Alvin itu sudah layaknya pangeran! Perhatian pula pada agni. Arrghh! aku benar-benar iri! Aku juga ingin mendapat perlakuan seperti itu! Ah, you’re so lucky, agni!

Bibirku bergerak memanggil nama alvin tanpa bersuara. Alvin kemudian menoleh ke arahku. Aku menunjuk jam yang melingkar di tanganku. 5 menit lagi. Isyaratku dengan tangan.

Alvin mengangguk dan berdiri. “gue balik dulu ya. Gak usah cerita ke dia,” bisiknya padaku. Aku mengangguk menanggapinya.

Aku berjalan ke arah agni dan menggoyangkan bahunya. “agni, udah mau masuk,” kataku.

Agni kemudian mengerjapkan matanya dan mengangkat kepalanya. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih padaku. Aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Bel berbunyi. Aku kembali ke tempat dudukku. Namun kulihat agni dulu sebelumnya. Dia hanya diam saja. raut wajahnya tak terdefinisikan. Begitu pula dengan senyumnya tadi. Sepertinya ada sesuatu yang janggal..
***
Keesokan harinya, agni sudah tampak seperti semula. Heuh.. baguslah. Kukira kemarin dia sakit atau apa. Membuatku khawatir saja.

Seperti biasa kalau pagi-pagi alvin akan menyapa kami. “hai,” katanya dengan mengulas sebuah senyum manis. Aku membalasya dengan anggukan. Sementara agni.. wait! Dia dimana? Bukankah tadi dia ada di sebelahku?

Aku menoleh ke belakang. Dia terus berjalan seperti tidak mendengarkan alvin. Sebelah alisku terangkat. Tumben sekali. Bukankah biasanya dia selalu membalas sapaan alvin?

“dia kenapa?” tanya alvin padaku. Aku mengangkat bahu, tidak tahu.

Setelah alvin pergi, aku menyusul agni ke kelas. Ia sudah duduk dengan manis di tempatnya. aku melangkah cepat ke arahnya. “tumben tadi gak bales sapaan alvin,” kataku, sedikit penasaran.

“males,” jawabnya singkat.

“oh. Kirain mau ngejauhin alvin,” kataku asal bicara.

Agni menatapku sepersekian detik, kemudian mengeluarkan beberapa buku pelajaran pertama. Dia tidak membalasnya. Tapi aku curiga kalau agni memang seperti apa yang aku bilang.

“jangan bilang lo emang lagi ngejauhin alvin?” selidikku. Ia terpaku pada tatapan tajamku padanya. Dan kutemukan satu kata yang menggambarkan sorotan matanya. Iya.

“kenapa?” tanyaku, berusaha tidak terdengar mencurigakan.

Agni hanya mengedikkan bahunya. Sepertinya ia sedang malas bicara. Ya sudahlah, nanti saja aku tanyakan lagi.

Aku meletakkan tasku dan segera duduk. Entah kenapa aku jadi kepikiran. Apa jadinya alvin kalau agni menjauhinya? Apa yang akan alvin perbuat? Apa alvin akan menyatakan cintanya? Atau alvin akan kembali mendekati agni? Apa alvin akan bersikap lembut pada agni akhirnya?

Sekarang isi kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan berawalan apa. Dan sementara benakku dipenuhi dengan tanggapan-tanggapan yang akan alvin lakukan, batinku dipenuhi dengan alasan-alasan agni menjauhi alvin.
***
Aku terus melirik jam tanganku selang beberapa detik. Lama sekali. Bukankah  biasanya satu menit setelah bel pun alvin sudah datang ke kelasku?

Bukannya aku kangen dengan alvin atau apalah. Tapi agni sepertinya benar-benar ingin menjauhi alvin karna setiap aku menyebut nama alvin, pasti ia langsung diam atau menghindar. Kenapa sih sebenarnya?

Akhirnya alvin datang juga. Aku buru-buru menarik tangannya ke sudut, jauh dari agni. Ia menatapku heran. “heh! Lo apain si agni? Lo pasti bikin dia marah ya!” tuduhku padanya dengan suara agak pelan.

“apaan! Enak aja! Orang gak gue apa-apain sih! Emangnya dia kenapa?” tanyanya, dengan raut wajah agak khawatir.

Aku mulai menceritakan apa yang terjadi. Aku lihat alvin menelan ludah. Pasti dia juga heran. Selesai aku bercerita, ia langsung meloyor pergi ke arah agni. Alvin! Please, not now! Batinku.

Alvin meletakkan kedua tangannya di atas meja agni. Kemudian mengambil kartu pass agni yang selalu agni selipkan di kostak. “kalo mau pulang, ke kelas gue dulu ya. Gue tunggu sampe istirahat kedua,” kata alvin dengan menggoyang-goyangkan kartu pass agni tepat di depan wajah anak itu.

Agni diam saja. bahkan seperti menganggap alvin angin lalu. Padahal biasanya agni sudah akan merebut barang-barangnya yang diambil oleh alvin. Tapi ini lain. Anak itu malah berkata, “pergi sana. Bawa aja kartu pass gue. Gue mendingan buat lagi daripada harus ketemu lo. Pergi!”

Seketika semua mata menatap agni heran. Alvinpun diam untuk sekian detik dengan tatapan yang tak teralihkan dari agni. Ia kemudian mengembalikan kartu pass agni dan melembutkan tatapannya. “lo ngusir gue?” tanyanya.

“ya! Sekarang lo pergi! Gue bosen ngeliat muka lo setiap hari! Pokoknya mulai hari ini gue mau lo pergi! Pergi dari kehidupan gue! Jangan pernah gangguin gue lagi! Gue gak suka lo deket-deket sama gue!” kata agni berapi-api.

Aku menelan ludah. Biarpun agni tidak mengucapkannya dengan berteriak, tapi tetap saja, itu sangat menyetrum kami-kami yang mendengarnya. Apalagi dengan alvin, pasti dia sangat kecewa dengan penyataan agni barusan.

“tapi kenapa ag?” aku buka suara. Aku benar-benar penasaran dengan alasan agni.

Agni menatapku kesal kemudian beralih kembali pada alvin. Ia menatapnya tepat di manik mata alvin. “karna gue bosen dikerjain terus sama dia! Gue gak suka ada orang aneh yang ngikutin gue! Gue benci dia! Dia cuma nambah-nambahin kesusahan gue aja! Udah muak gue sama dia!” sekarang suara agni sudah semakin melengking.

Setelah agni mengucapkannya, ia langsung pergi meninggalkan kami semua yang masih mematung. Aku tahu dia kemana. Itu bisa diurus nanti. Yang harus kutenangkan sekarang adalah alvin, yang daritadi tangannya sudah terkepal erat.

Aku berjalan mendekati alvin perlahan. Semakin dekat dengannya, semakin aku merasakan kemarahannya. Kuletakkan tanganku di bahunya. “alvin,” panggilku. Bahkan suaraku ikut menjadi parau meski hanya menonton saja.

BUGGH! Semua tersentak, begitupun denganku. Refleks aku melangkah mundur. Alvin memukul meja dengan kepalan tangannya. Hanya satu kata yang menggambarkannya sekarang, mengerikan. Aku jadi takut dengannya.

“alvin,” panggilku lagi, terdengar lebih takut mungkin. Jelas, tadi dia benar-benar menakutkan. Belum pernah aku melihatnya marah seperti ini.

Tanpa berkata apa-apa, alvin langsung pergi, yang kuyakin bukan untuk menyusul agni, karna jalan yang dilaluinya berlawanan dengan arah agni tadi. Aku menghela napas. Aku berjalan keluar kelas, sebaiknya aku mencari agni.

Sepanjang perjalananku di koridor, aku terus memikirkan kejadian tadi. Kenapa tiba-tiba agni berubah jadi kasar begitu sih terhadap alvin? Hh. Aku jadi kasihan pada alvin. Pasti sekarang ia sedang menenangkan dirinya dengan susah payah.

Hei, satu yang kuherankan. Kalau kalian melihat pertengkaran mereka secara langsung begitu pun kalian akan menyadarinya. Mereka itu sudah seperti orang pacaran. Padahal gak sama sekali. Aneh.

Tiba juga di tempat ini. Tempat agni lebih banyak menghabiskan waktu, perpustakaan. Kuhampiri agni yang sedang menelungkupkan kepalanya seperti biasa di bilik meja terakhir. Pasti dia sedang tidur. Kebiasaan deh, setiap ada masalah pasti dia lebih memilih untuk tidur.

Aku duduk di sebelahnya. “ag, lo tidur?” tanyaku mengetesnya.

Ia menggeleng, menunjukkan bahwa ia tidak tidur. “lo kenapa sih ngusir alvin begitu?” tanyaku kembali.

Ia mengangkat kepalanya, “gue gak pernah suka ada dia di deket kita. Gak tau kenapa. gak suka aja,” jawabnya pelan tanpa menatapku.

“tapi kok dari dulu lo gak pernah protes? Kenapa baru sekarang?” tanyaku kembali.

Agni menoleh ke arahku dan raut wajahnya berubah serius. Mau tidak mau aku pun mendengarkannya dengan serius. “bukannya dari dulu gue gak protes, gue udah sering banget minta dia buat jauh-jauh dari kita. Okelah gue tau dia sepupu lo, tapi gak berarti dia harus deket-deket lo terus kan? Jujur gue udah bosen dijailin dia, bosen kalo harus ngeliat muka dia setiap hari. Coba deh lo inget-inget, gue udah sering kan ngusir dia? Tapi lo berdua aja yang nganggep gue Cuma bercanda,” katanya perlahan.

Aku jadi merasa bersalah. Kukira selama ini dia mengusir alvin hanya sekedar candaan biasa, ternyata dia serius. Oh my god. Aku benar-benar merasa tidak enak pada agni dan alvin. Selama ini aku sudah berusaha mendekatkan mereka berdua. Tapi ternyata agni malah tidak menyukainya.
***
Hari-hari selanjutnya kulalui dengan kebisuan alvin dan agni. agni yang tidak mau menyebut nama alvin, menyapa, ataupun menganggapnya ada. Sedangkan alvin, ia semakin dingin dan tidak peduli terhadap sekitarnya. Dan aku paling keki kalau alvin dan agni berada di tempat yang sama, pasti mereka akan berdiam-diaman layaknya orang tak saling kenal.

Lihat saja, alvin yang sedang mempresentasikan sesuatu bersama temannya di depan kelasku tidak melirik ke arah agni sama sekali. entahlah, tapi feelingku mengatakan walaupun seperti itu, alvin terus memperhatikan agni.

Aku tak tahu apa yang dipresentasikan alvin dan apa yang mereka semua katakan. Daritadi aku sibuk memperhatikan alvin dan agni. sebentar-sebentar pandanganku beralih ke satu diantara mereka.

Memang kalau dipikir-pikir aku ini terlalu ikut campur pada masalah mereka, tapi itu semua kulakukan karna aku ingin melihat mereka bersama. Terutama aku ingin sepupuku itu bahagia. Aku jadi ingat dengan kata-kata mamaku bertahun-tahun lalu, saat alvin pindah ke sekolahku..

>>Flashback on<<

“ma, alvin itu sepupuku ya?” tanyaku setelah anak itu-alvin-pamit dari rumahku.

Mama mengangguk. “tapi kok mama gak pernah cerita aku punya sepupu?” tanyaku lagi.

“karna mama juga baru lihat dia kali ini. mama gak nyangka, dia mirip banget sama mamanya, adik mama yang meninggal setelah melahirkan dia,” kata mama.

Aku membulatkan mulutku dan mengangguk-angguk. “tapi dia pendiam banget ma. Emangnya dulu tante juga pendiam ya?” tanyaku polos.

Mama tertawa dan membelai rambutku, kemudian mimik wajahnya berubah serius. “sayang, mama pesen sama kamu ya, jagain alvin. buat dia bahagia, bantuin dia,” pesan mama.

Aku menatapnya tak mengerti. “tapi dia kan laki-laki ma, harusnya dia yang jagain aku dong?”

Mama tersenyum, matanya menerawang jauh. “nanti, kamu juga akan tahu kenapa mama pesan ini ke kamu. Kamu akan tahu bagaimana kehidupan alvin yang sebenarnya,” katanya misterius.

>>Flashback off<<

Dan sekarang aku sudah tahu kenapa. setelah aku tahu itu, aku semakin ingin membuat alvin bahagia. aku jadi lebih mementingkan alvin dibandingkan diriku sendiri. Ya, yang penting alvin bahagia. itu saja.
***
“besok dateng ya! jangan lupa!” kata agni padaku. Aku mengangguk. Turut senang dengan berita yang dia sampaikan sebelumnya. ibunya berhasil membangun sebuah usaha catering, sehingga agni tak perlu lagi repot-repot bekerja. Akhirnya, agni.

“alvin boleh ikut?” akhirnya pertanyaan yang sempat kuragukan terlontar juga.

Agni tak bereaksi, kuulangi pertanyaanku. “terserah lo. tapi inget, gue ngundang lo, bukan ngundang dia. jangan salahin kalo gue ngusir dia karna dia udah ngerusak mood gue,” katanya.

Aku tersenyum dan mengangguk. Setelah menyampaikan rasa terima kasihku, langsung kurain hapeku dan kuketikkan sms untuk alvin. aku tersenyum kembali membaca balasannya. Alvin, gue pasti ngelakuin sesuatu supaya lo bisa dapetin agni, tekadku.
***
Acara syukuran baru saja selesai, sementara agni sedang sibuk dengan para tamu yang masih tinggal, aku berbicara dengan alvin di sudut.

“dia masih benci sama gue ya?” tanyanya getir. Sorot ketakutan begitu terpancar dari matanya. Pada kesempatan-kesempatan seperti inilah aku dapat menemukan alvin yang sesungguhnya, tanpa harus ada kebohongan yang menopenginya.

“begitulah. tapi gue akan bantuin lo kok biar lo bisa deket lagi sama dia. atau tepatnya, biar lo bisa dapetin dia,” janjiku padanya.

Alvin menunduk, dan berkata lirih, “gue gak tau caranya. Gak ada yang ngasihtau gue, gak ada yang ngajarin gue, gimana gue bisa ngerti?”

Aku sangat mengerti dengan apa yang dikatakan alvin. dan yang bisa kulakukan hanya mengusap punggung alvin dan berkata, “lakuin sesuai kata hati lo. pikir, apa yang bisa narik perhatian agni? perlakuan apa yang disukain cewek? Ayolah alvin, gue tau lo pinter. Pasti lo tau apa yang harus lo lakuin kan?”

Tampaknya alvin sedang berpikir keras. Keningnya berkerut dan ia mengusap-usap dagunya dengan jarinya. Oke, biarkan dia berpikir dulu. aku ingin lihat apa yang akan ia lakukan besok?
***
Pagi-pagi agni dikejutkan dengan alvin yang sudah duduk di mejanya dan langsung berdiri begitu ia menghampirinya. Aku yang sudah datang duluan hanya menonton saja dari mejaku.

“ngapain lo?!” tanya agni jutek. Ia menaruh tasnya dan duduk tanpa melihat alvin sama sekali.

Namun alvin membalasnya dengan senyum yang sangat manis, dengan menarik bangku ke samping agni. agni refleks menjauh karna jarakanya yang menjadi begitu dekat dengan alvin. wow, sepertinya akan seru. Alvin sudah berubah ternyata.

Alvin meraih pergelangan tangan agni dan berkata, “duduk aja lagi. gak gue apa-apain sih,” katanya lembut.

Agni menarik tangannya dari alvin dan menatapnya mencela. “jangan pegang-pegang! Pergi sana! Ngapain sih kesini?!” usirnya.

“mau ketemu sama lo aja. Pengen ngobrol. Udah lama banget gue gak ngomong sama lo,” jawab alvin.

“gue gak mau ngobrol ataupun ngomong sama lo! gue benci sama lo! pergi sana!” usir agni lebih tajam lagi.

Sekilas aku melihat sorot kecewa alvin yang langsung berubah kembali. “kenapa sih lo benci banget sama gue? jangan bilang benci terus, kalo nanti lo cinta sama gue gimana tuh?” goda alvin.

Aku menutup wajahku dengan telapak tangan. Oh god. Bisa tidak dia tidak usah terlalu terang-terangan?

“cih! Lo mau tau kenapa gue benci sama lo? karna gue gak suka ada lo di deket-deket gue! carper banget! kalo lo suka sama gue, bilang aja! Atau sekarang gue jawab aja ya, gue gak mau sama lo! gak akan mau! Karna lo bukan tipe gue! gue gak suka cowok yang gak punya temen kayak lo! kerjaannya Cuma ngikutin sepupunya terus!” tolak agni mentah-mentah.

Aku tertegun, kemudian menelan ludah. Harus kuakui, kadang kata-kata yang dilontarkan agni memang sangat tajam dan kejam. Seperti ini. padahal alvin tak menyatakan cinta padanya, tapi sudah ditolak mentah-mentah. Jahat sekali.

Dan sekali lagi kulihat tangan alvin sudah terkepal. Bakan urat-urat di tangannya itu menonjol keluar dan mewarnai kulit putihnya. Pasti ia sangat marah dan sakit hati, juga kecewa. ya, apalagi kalau bukan itu?

Tapi raut wajah alvin, sama sekali tak menunjukkan reaksi yang sama dengan kepalan tangannya itu. “makasih buat penolakan lo. tapi gue gak nembak lo kan? tadiannya gue kesini buat bicara baik-baik sama lo. tapi ternyata lo malah marah-marah. Yaudah deh, lain kali aja,” katanya beranjak pergi.

Agni menghempaskan dirinya ke kursi. Aku tak habis pikir dengan sikap agni tadi.”lo keterlaluan ag,” kataku.

Agni diam saja, tidak mempedulikan ucapanku. “gue gak nyangka lo bisa sejahat itu sama alvin,” tambahku. Dia masih diam saja.
***
Alvin POV

Aku benar-benar terpukul dengan kata-kata agni tadi. aku tak bisa menerimanya. Terlalu jahat untukku. Aku sangat sangat kecewa dan sakit hati mendengarnya. Kamu jahat agni!

Apa kesalahan yang aku perbuat? Mengapa tidak ada yang menginginkan kehadiranku? Kenapa semua menolakku? Memintaku menjauh?

Mungkin ini bukan pertama kalinya aku mengalami penolakan terhadap kehadiranku, tapi aku tetap tak bisa menerimanya. karna ini penolakan seorang gadis yang amat kucintai, gadis pertamaku malah, yang kuanggap akan menjadi yang terakhir pula. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dan seperti sebelumnya, penolakan-penolakan ini hanya akan melukai hatiku dan mengguncang jiwaku.  Sangat menyakitkan asal kau tahu. 

Padahal aku sangat-sangat menginginkannya. Aku menginginkan agni, perhatiannya, tutur dan sikap lembutnya, kasih sayangnya, aku mau semuanya. Dia yang terbaik, dan selamanya akan terus seperti itu.
***
My POV

Sudah 4 hari alvin tidak masuk sekolah. Semenjak kejadian itu. pasti dia sangat terpukul. Aku tak heran bila dia tidak masuk seperti ini. tapi kalau sampai 4 hari ya kelewatan juga lah.

“ag, ntar temenin gue ke rumahnya alvin yuk. Kayaknya dia sakit. Udah 4 hari dia gak masuk, gak ada kabar juga,” ajakku pada agni.

Agni meresponnya setengah hati. “gak ah,” tolaknya.

“ya elah ag, Cuma nemenin gue doang kok. emangnya lo gak khawatir sedikit apa sama dia? sedikit aja?”

“enggak,” jawabnya.

“kok lo gitu banget sih ag?” aku mulai kesal dengan sikapnya yang tidak peduli itu.

“apanya yang gitu banget? udahlah, biarin aja. Mungkin dia butuh waktu sendiri,” katanya santai.

Cukup. aku sangat geram mendengar kalimat terakhir agni. “agni! please! Gue mohon! Sekali aja lo gak bersikap cuek sama alvin!”

Agni menatapku aneh. “lo kenapa sih?” katanya bingung.

aku mencengkram kedua bahunya. “ag, gue rasa lo perlu tau sesuatu tentang alvin. dia sama sekali gak butuh waktu sendiri ag, sepanjang hidupnya dia Cuma sendirian. Dan dia gak butuh waktu lebih lama lagi untuk itu,” kataku dengan nada permohonan.

“lo tau ag kenapa gue peduli banget sama dia? gue kasian ag sama dia. lo gak tau kan kenapa dia gak punya temen? Kenapa dia gak bisa berbuat baik? kenapa dia gak bisa bersosialisasi? Itu semua karna gak ada yang ngajarin dia ag,” aku menarik napas sebentar. Kulihat agni masih menunggu kelanjutanku.

“ibunya meninggal setelah ngelahirin dia, dan ayahnya, gak mau ngurus dia. bahkan dia ngeliat ayahnya secara langsung aja belum pernah ag. Ayahnya Cuma ngasih dia uang dan uang, tanpa peduli dengan keadaan alvin. ayahnya lebih milih keluarga barunya yang ada di amerika. Alvin sama sekali gak tau gimana rasanya disayang, diperhatiin, bahkan diajarin sama orangtuanya. Gak kayak kita ag. Kita beruntung.”

Untuk sementara aku diam, menunggu reaksi agni. “terus selama ini dia hidup gimana?” tanyanya ingin tahu.

“ya sama asisten pribadinya, yang disuruh ayahnya buat ngurus dia. tapi jangan lo kira asisten itu mau peduli dengan urusan alvin. gak sama sekali! kayaknya kalo alvin mati dia juga gak peduli. Sekarang lo tau kan kenapa gue sayang banget sama alvin? lo mau kan temenin gue ke rumahnya? Sekedar sedikit peduli padanya?”

Aku berharap agni tergugah dengan ceritaku barusan. Alvin pasti sangat membutuhkan agni sekarang.

“tapi kenapa harus gue?” tanyanya enggan.

Ya ampun. Bahkan setelah aku bercerita panjang lebar seperti itu dia masih tidak tersentuh? Awalnya kukira dia sangat peduli terhadap orang lain. Tapi ternyata salah.

“karna dia suka sama lo ag. Dia sayang sama lo. dia cinta sama lo,” jawabku langsung.

Seketika raut wajah agni berubah dingin kembali. “kalo gitu sori, gue gak mau,” katanya.

Aku menghela napas. “ayolah ag. Demi gue kalo gitu,” bujukku kembali.

Agni tampak berpikir, lalu berkata, “yaudah. Tapi gue gak mau lama-lama.”

Aku mengangguk dan tersenyum. “ayo,” kataku.
***
Sekarang kami berada tepat di depan pintu rumah alvin. menunggu seseorang membukanya. Beberapa saat setelah aku mengetuk pintunya, seseorang bertanya, “cari siapa?”

“alvin,” jawabku. Dan setelah itu kami dipersilahkan masuk ke dalam. Aku dan agni duduk menunggu alvin turun dari kamarnya.

“hai, ada apa?” tanya alvin dengan seulas senyum.

“lo kenapa gak masuk? Sakit?” tanyaku khawatir.

Ia hanya menggeleng. “lagi males aja,” jawabnya yang kutahu itu bohong. Belum pernah alvin absen kecuali ia benar-benar sakit. Ia benci rumahnya yang jelas. Rumah yang tidak seperti rumah. Tidak ada ibu, tidak ada ayah.

“oh. Kirain sakit hati,” sindirku yang langsung membuat agni mengangkat sebelah alisnya padaku dan alvin hanya diam saja dengan tersenyum.

“ag, lo kok ikut ke sini?” tanya alvin pada agni yang lebih banyak diam dan mengamati isi rumah ini.

“dipaksa sama dia,” jawabnya jujur, yang sontak membuatku menyangkalnya. Alvin hanya tertawa melihatku yang gelagapan.

Agni menatap alvin dengan tatapan yang sulit dimengerti. Ia berjalan ke arah alvin dan meletakkan tangannya di atas kening alvin. “badan lo anget vin. istirahat dulu gih. Biar gue bisa cepet pulang,” kata agni enteng.

“maksud dia bukan gitu kok vin. ya kan ag?” sanggahku cepat-cepat. hei, sebegitu tidak pedulinyakah dia pada alvin?

Agni hanya diam dan kembali duduk di sebelahku. Sementara alvin sepertinya sudah terlanjur kecewa. ia terus menatapku dengan pandangan tajam.

“kalo lo gak niat buat dateng ya gak usah dateng ag,” kata alvin kesal.

Agni menatap alvin dengan malas. “kan tadi gue udah bilang. Gue dipaksa sama sepupu lo ini! kalo dia gak maksa juga gue gak akan mau dateng,” jawabnya.

Aduh. Aku semakin merasa bersalah pada mereka. memangnya salah ya kalau aku ingin sepupuku ini senang? Agni benar-benar berubah! Dia bukan lagi agni yang peduli dan ramah. Agni, tidak bisakah kamu sedikit berbaik hati dan bermanis-manis di depan alvin?

“yaudah kalo lo mau pulang. Gue anterin ya?” tawar alvin.

Aku menggelengkan kepalaku. Sudah dijahati seperti itu alvin masih tetap baik pada agni?! beruntung kau agni! alvin masih tetap baik dan sayang padamu meski sudah kau tolak habis-habisan! Lihat saja! suatu saat kau pasti akan menyesal karna telah menyia-nyiakan alvin seperti ini!

“gak usah. Gue bisa pulang sendiri,” tolak agni, mengambil tasnya dan menatapku.

“apa?” tanyaku tidak mengerti.

“lo mau pulang bareng gue atau gak?” tanyanya. Jelas sekali daritadi bahwa ia ingin cepat-cepat menyingkir dari rumah ini.

Aku menatap alvin yang pasrah saja karna agni terus menolaknya. “bareng lo. tapi dianter alvin aja ya?” bujukku.

Agni mendelik kesal padaku, tapi aku pura-pura tak melihatnya. Aku malah menatap alvin, “tawaran lo masih berlaku kan vin? anterin kita ya!” seruku. Kulihat alvin mengangguk dan tersenyum. Baguslah.

“gue gak mau! Lagian dia sakit. Udah sih, biarin dia istirahat aja. Nanti kalo di jalan kenapa-napa gimana coba?” tolak agni yang cukup membuatku senang. Dan kurasa alvinpun begitu. Ternyata agni peduli dengan alvin. hanya saja ia tak menunjukkannya terang-terangan seperti alvin.

“oh, jadi sekarang peduli nih sama alvin?” godaku sambil menyenggol lengannya. Dia diam saja, tapi kulihat wajahnya sedikit memerah. Aku benar-benar puas melihatnya. Andai kalian bisa mendengar hatiku, pasti kalian akan mendengar tawaku yang amat puas.

“kalo gitu sori deh vin. ada yang takut lo kenapa-napa. Gue gak mau dia sedih tuh nanti kalo terjadi sesuatu sama lo. yaudah, gue sama agni pulang ya! Bye!” aku segera kabur begitu selesai menggoda agni. Kudengar agni menyerukan namaku dengan kesal. aku tertawa, puas sekali melihatnya.
***
Ternyata manjur juga aku membawa agni kemarin, buktinya sekarang alvin sudah masuk sekolah kembali dan tampaknya ia sehat-sehat saja. baguslah.

“ag, lo ntar malem ada acara gak?” tanya alvin ketika agni sedang sibuk mengerjakan soal.

“ada,” jawab agni singkat.

“kalo besok?” tanya alvin lagi.

“ada,” jawab agni lagi.

“kalo besoknya lagi?” tanya alvin, kali ini benar-benar mengharap.

Agni berhenti menulis kemudian menatap alvin kesal. “gue gak ada waktu! Apalagi buat lo! makasih atas tawaran lo mau ngajak gue jalan. Tapi gue sama sekali gak berminat!” ketusnya.

“emm.. kalo gue besok pagi jemput lo boleh?” alvin tetap mencoba agar bisa lebih dekat dengan agni rupanya. Bagus alvin! berusahalah!

Agni menutup bukunya kasar dan berdiri. “lo ngerti bahasa indonesia gak sih?! gue gak mau lo ada di deket gue! pergi sana! Masih banyak cewek lain! Gak usah gue! gue gak mau! Pergi!” usirnya kembali.

“gak mau. Gue maunya elo,” kata alvin tenang. Kedua tangannya sudah terlipat di dadanya.

agni menunjuk alvin. “lo! gue bener-bener benci sama lo! kenapa lo gak sakit lagi aja sih?! mati kalo perlu! Asal lo tau ya! gue tuh gak pernah berharap pernah kenal sama orang kayak lo! please! Jauhin gue! pergi sejauh mungkin! Atau gue yang harus pergi?”

aku tak pernah menyangka kalau agni akan berkata seperti itu. dia berharap alvin mati? Oh tidak! awas saja kau agni kalau sepupu semata wayangku ini kenapa-napa!

“lo mau gue mati?” ulang alvin getir.

Agni sepertinya baru menyadari kalau ia salah ucap. “bukan gitu maksud gue,” katanya gelagapan.

“gue serius! Lo mau gue mati?!” desak alvin. ia mengguncangkan kedua bahu agni.

“gu.. gue salah ngomong vin. bukan gitu maksudnya,” sepertinya agni mulai ketakutan.

There’s nothing that i can do. Aku tidak mau ikut campur terlalu banyak pada urusan mereka berdua, walaupun sebenarnya iya.

Tatapan alvin pada agni semakin tajam. Perlahan tangannya mengendur dan ia berbalik. “gue gak habis pikir sama lo. salah gue apa sama lo sampe lo segitu bencinya sama gue?” gumamnya pelan sambil berjalan keluar.

Agni berjalan cepat dan menahan lengan alvin. “sori vin. gue gak bermaksud ngomong kayak gitu tadi,” katanya sungguh-sungguh.

Alvin menggeleng, kemudian melanjutkan berjalan kembali. Aku berdiri dan berjalan ke arah agni, kutepuk bahunya. “sama ag. Gue gak ngerti sama lo. lo tiba-tiba berubah jadi benci setengah mati sama alvin. dan tadi, lo malah minta dia mati. Jahat banget elo ag,” kataku.

Agni terperangah dan menatapku. “kalo sampe alvin nurutin permintaan lo itu, gue gak akan pernah maafin lo,” kataku lagi lalu berjalan keluar menyusul alvin. aku takut kalau alvin menuruti agni.
***
Alvin POV

Tak ada yang tahu bukan kalau aku benar-benar hancur begitu agni berharap seperti itu? aku bukannya kecewa atau sakit hati lagi. aku jadi ingin benar-benar mati saat dia bilang seperti itu.

Ya, mati. Toh hidupku juga tidak pernah diharapkan. Heuh. Kalian tidak tahu juga bukan kalau aku sangat menderita? Seumur hidupku aku tidak pernah mendapatkan yang namanya kasih sayang tulus. Semua memanfaatkanku. Apalagi teman-temanku dulu. mereka semua hanya memanfaatkan kekayaanku ini. tak pernah tulus berteman denganku karna aku memang tidak bisa bersosialisasi.

Dan orangtua. Jangankan pernah berbicara dengan mereka, melihat saja aku belum pernah. Dan aku benci sekali dengan ayahku. Ia tak pernah menganggapku ada. Bahkan menelepon atau datang kesini saja tidak pernah. Kalian mungkin tidak bisa melihat, kalau aku selalu menghindari tempat-tempat rekreasi keluarga, atau tempat manapun, selama aku melihat ada keluarga. Aku benci itu semua.

Padahal aku sudah terlanjur berharap banyak pada agni. tapi apa? Berteman dengannya saja aku tidak bisa. Apalagi mendapatkannya? Sepertinya mustahil. Aku sudah mencoba bersabar dan menahan emosiku. Aku terus meyakinkan hatiku kalau ia tidak pernah bermaksud begitu.

Tapi percuma. Ketahanan hatiku akhirnya harus runtuh juga mendengar semua perkataannya tadi. dia benar-benar mengharapkan aku hilang dari muka bumi ini. yang aku tak mengerti, apa kesalahanku? Kalau aku punya salah padanya, tinggal bilang saja. aku pasti akan merubah kelakuanku dan berusaha memperbaikinya.

Aku menghela napas. Aku akan mencoba sekali lagi. kalau ia benar-benar tidak mengaharapkanku, aku akan menurutinya, pergi sejauh mungkin dari kehidupannya.
***
Agni POV

Aku jadi merasa bersalah. Bukan maksudku berkata seperti itu. aku hanya keceplosan. Ya, keceplosan. Tapi bukan berarti aku memang menginginkannya.

Baiklah, jujur saja. hampir seluruh hatiku menginginkan dia pergi. Tapi aku masih punya hati nurani. Tidak mungkin aku tega seperti itu. tapi, bagaimana bisa aku keceplosan kalau aku tidak benar-benar menginginkannya?

Entahlah. Aku bingung. Aku tidak tahu kenapa aku benar-benar benci pada alvin. dan aku semakin benci padanya bila ada yang mengatakan bahwa alvin menyukaiku. Apalagi sepupu alvin yang notabene sahabatku itu. sudah bertahun-tahun aku mendengar kalimat itu. nyaris setiap hari malah. Dan jangan salahkan aku bila kebencianku semakin besar.

Yang kusadari, kebencianku itu tak beralasan. Kau tahu? aku sangat bosan melihat wajah alvin setiap hari. Ia selalu menjahili aku. Aku tahu itu semua karena dia tidak punya teman lain. Payah sekali laki-laki sepertinya. Aku tidak suka. Masa punya teman saja tidak?

Rasa bersalahku semakin menjadi-jadi ketika temanku itu mengancam diriku. Aku ingin minta maaf pada alvin. tapi gengsiku cukup menahanku. Nanti sajalah, aku pikirkan cara terbaik yang bisa kulakukan untuk minta maaf padanya. Sekarang aku mau menanyakan kabarnya dulu. aku takut kalau ia malah bunuh diri. Dan aku disalahkan karenanya? Oh no! Semoga tidak seperti itu!
***
hehe..
bagaimana? judul gak nyambung sama cerita ya? hehe..
ohya, yang mau jadi "aku"nya terserah.. hehe..
yang jadi "aku"nya terserah.. hehe
commentnya ya.. saran dan kritiknya juga..
makasih :D