My First
Romance
PROLOG
IFY’s POV
Halo halo halo!! Kali ini aku yang bawa intro ya? hehe.. tapi sebelumnya,
mau bilang dulu nih, berhubung penulisnya sekolah di sekolah katolik dan taunya
nama-nama katolik, jadi jangan heran ya kalo nama kami langsung berubah, hehe..
tapi tenang aja kok, ini bukan cerita religius atau semacamnya, Cuma buat
dipake nama doang, hehe..
Ohya, jangan heran ya nanti kalo aku banyak bawain POV, soalnya penulisnya
ngefans sih sama aku~ hehe. Gak dink! Aku Cuma bawain POV, tapi bukan tokoh
utama. Aneh kan?
Kenalkan! Aku Katarina Ify Nathanael, cukup panggil Ify aja kok. seperti
yang mungkin kalian bisa tebak, umurku belum 17, masih 16~
Kedua kakakku sangat berbeda denganku, mereka berkulit putih seperti
orang-orang korea, sementara aku sawo matang dan ‘agak’ sedikit putih. Iri
dengan mereka? tentu saja. tapi itu dulu. kalau sekarang sih udah gak, lagian
aku juga lebih suka kulitku ini daripada mereka yang putih seperti hantu~
Mau tahu siapa kakak-kakakku itu? ah, pasti kalian sudah bisa menebaknya.
Mereka kak alvin dan kak via. Kak alvin itu kakak tertuaku, umurnya hampir 23
tahun, lengkapnya sih namanya Maximilian Alvin Nathanael, kalo waktu aku kecil
dulu dia sering dipanggil Maxx, tapi sudah lama panggilannya berubah menjadi alvin.
Kalo kakak keduaku, kak via, namanya Margaretha Sivia Nathanael. Dia
sekarang berumur 19 tahun, dan sedang menempuh kuliah semester 3nya di Fakultas
Bisnis Universitas St. Peter.
Kalau dipikir-pikir, aku dan kedua kakakku ini memiliki sifat yang bertolak
belakang. kak alvin dan kak via sangat kalem, sedangkan aku sangat cerewet—kata
semua orang di sekitarku sih—dan suka ikut campur urusan orang. Bukannya ikut
campur atau gimana ya, aku sih Cuma ingin tahu dan membantu masalah mereka.
Oke, back to the intro. Ada yang mau ditanyakan? Hah, apa? Oh, pacar? Belom
tuh. i’m single and available. Bukannya gak ada yang nembak ya—padahal iya—
tapi memang belum ada laki-laki yang menarik perhatianku. Habisnya di mataku,
hanya papa dan kak alvin sih yang paling hebat.
Ohya aku pasti belum cerita ya, kak alvin udah punya tunangan loh. Namanya
kak acha, Helena Acha Giovanni. Dia seumuran sama kak alvin. sekarang dia ada
di Itali, kerja jadi chef di sana. Sebelumnya dia juga kuliah di sana, jadinya
dia sama kak alvin long distance deh.
Kasian deh kak alvin, cuma bisa ketemu sama kak acha setahun dua kali.
Habisan mereka Cuma bisa ketemu kalo lagi liburan sih, kak alvin kan kerja
juga. ups, sepertinya aku terlalu banyak membahas tentang hubungan kakakku
dengan calon kakak iparku itu deh, harus tutup mulut nih, kalo gak, nanti siapa
yang mau baca ni cerita?
Berhubung sekolahku asrama, aku mau ngenalin roommateku nih, Agni.
panjangnya Theresia Agni Dominique. Kalian pasti sudah bisa menebak bagaimana
karakternya.. ya, dia memang sedikit tomboy, juga agak suka memberontak, dan
dingin. Baiklah, dia memang tak dingin padaku, tapi pada teman yang lain iya,
apalagi dengan ketiga saudara laki-lakinya.
Aku curiga bahwa agni itu sebenarnya tidak seperti ini, tapi aku tidak
mendapatkan penjelasan apapun. aku sudah bertanya pada kak alvin—yang kalau
belum kuberitahu pada kalian dia itu guru konseling di sekolahku—tapi nihil,
dia tak mau berkata apapun kecuali buruknya komunikasi keempat Dominique itu.
Ah ya, mereka empat bersaudara. Si sulung, Gabriel Silvester Dominique, umur
20 tahun, semester 5 di Fakultas yang sama dengan kak via, keras kepala, dan
sama dinginnya dengan agni.
Lalu ada Mario, Mario Stefanus Dominique, umur 18 tahun, tapi masih kelas
12, padahal seharusnya dia sudah semester 1. Salah satu kakak kelasku, pintar
beladiri—nyaris semua ilmu beladiri ia kuasai, dan sekarang sedang mempelajari
capoeira. Walaupun dia cukup kasar, tapi dia sangat baik, selalu membantu para
gadis yang digoda dan dipermainkan oleh orang-orang di luar asrama, terutama
para preman. Sudah kubilang kan kalau keempat Dominique itu dingin? Jadi Mario
pun dingin, dan sangat irit bicara.
Karna Agni anak ketiga, maka yang terakhir adalah Ray, Xaverius Raynald
Dominique. Adik kelasku, kelas 10, murid terpintar, tapi jangan kira dia lebih
baik dari ketiga saudaranya. Dibalik wajah imutnya—kata semua orang—, dia
justru yang paling dingin. Tidak punya teman, satupun.
Tak ada yang mau berteman dengannya, karna ia hanya akan bersuara jika
butuh, dan pandangan matanya seolah mengisyaratkan bahwa hanya dialah
satu-satunya manusia dia sekolah ini, yang dalam intinya tidak menganggap yang
lain ada.
Salutnya, dia selalu bisa menyelesaikan masalah apapun dengan kepala
dingin, selalu objektif, dan tak memakai emosi sama sekali. aku heran,
bagaimana bisa si Ray, yang manis ini bisa melalui hari tanpa emosi sama
sekali?
Sebagai tambahan, informasi yang
kudapat dari hasil curi dengar di balik pintu ruang kak alvin, aku tahu bila
keempat saudara ini ditempatkan di satu ruang tertutup bersama-sama, bisa
terjadi perang dunia ketiga atau mungkin kebalikannya, suasana sedingin es,
tergantung bila ada yang memulai pembicaraan dan mengundang emosi.
Aku juga baru tahu satu hal lagi. ternyata kak alvin diminta oleh keluarga
Dominique, salah satu donatur besar di yayasan sekolah ini, untuk menyelidiki
dan membantu menyelesaikan masalah keempat anggota keluarga mereka.
Ahh.. Aku penasarann!! Aku akan coba cari tahu tentang hal ini, entah
bagaimana caranya.
Cukup sampai disini dulu intronya, tunggu part 1nya saja nanti, hehe..
***
Jangan copas ya..