Wednesday 6 October 2010 | By: Vina Arisandra

Unpredictable Love Part 3

PART III

Cakka melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Di pikirannya berkelebat semuanya. Kehilangan.. keputusasaan.. kehancuran.. saat itu.. kembali berputar di kepalanya.
                          
Semua gara-gara alvin. kesulitannya sekarang disebabkan oleh alvin. sudah cukup dia yang dipersulit, jangan sampai shilla dan sivia juga. Bila sampai terjadi sesuatu dengan mereka, dia tak akan segan-segan untuk membunuh alvin langsung dengan kedua tangannya sendiri.

Tak peduli dia akan dipenjara atau imagenya akan hancur nanti. Asalkan alvin mati, semuanya akan jauh lebih baik. kalau saja alvin tidak meminta sesuatu pada orang itu, pasti sekarang dia bisa tertawa bersama orang itu, menjalani hari-harinya dengan kebahagiaan, bukannya seperti sekarang.

Sampai sekarang, dia tidak habis pikir dengan sivia dan shilla. lebih memilih alvin yang tidak berguna itu dibandingkan dirinya. Meskipun dia mendengar kabar bahwa alvin sudah begitu terpuruk sekarang, dia tidak akan pernah percaya. Baginya, hanya dialah yang paling menderita, dan itu semua gara-gara alvin.
***
Mimpi buruk membuat tidur nathan tak tenang. Ia bergerak seolah didera ketakutan.

“semua salah lo! semua gara-gara lo! kalo lo gak minta dia dateng pasti dia gak akan mati!” tuduh cakka penuh emosi.

Alvin jatuh terduduk. Dia shock dengan berita barusan, tak mampu mengucapkan apapun. Semua ini salahnya. Bila ia tidak memaksa, pasti ini takkan terjadi.

Sekarang dia kehilangan satu-satunya semangatnya, satu-satunya pemicunya untuk maju, satu-satunya cahaya hidupnya. Semua ini dia lakukan hanya untuk orang itu. menunjukkan bahwa dia bisa, bahwa dia mempunyai masa depan yang cerah, bahwa dia pasti bisa membahagiakan orang itu. Namun segalanya sia-sia. Semuanya tak berarti lagi.

tak ada satupun air mata yang ia tumpahkan. Dia tahu dia tidak layak menangis, sebab ini semua benar salahnya. Dia pembunuh. Dia telah membunuh orang yang paling disayanginya. Walaupun secara tidak langsung.

“lo pembunuh vin! lo pembunuh! Lo udah bikin dia mati! Lo pembunuh! Gue benci sama lo!” teriak cakka frustasi.

Badan alvin gemetaran dan merinding. Ia didera ketakutan yang begitu hebat. Dengan kenyataan bahwa dia sudah membunuh orang yang disayanginya, bahwa dia juga sudah menghancurkan hidup cakka, dan dia sendiri tak memiliki apapun sekarang.

Dia sudah menghilangkan nyawa seseorang, yang harusnya masih bisa menjalani hidupnya, dan tidak mati sia-sia karenanya. Dia sudah hancur, tanpa ada satupun harapan yang dimilikinya sekarang.

Badan alvin bergetar hebat, sama sekali tidak bisa menerima kenyataan pahit ini. semua rasa takut dan bersalah mengisi seluk-beluk hatinya. Sama sekali tak mengijinkan ketenangan untuk masuk ke dalamnya.

Nathan terbangun. Napasnya terengah-engah. Mimpi buruk yang tak pernah absen hadir dalam setiap tidurnya. Yang slalu memburunya dengan jutaan penyesalan akan perbuatannya di masa lalu.

“nath.. kalo lo mau tenang, lupain semuanya.. itu Cuma masa lalu lo. bagaimanapun juga lo harus bisa lupain nath. Lo gak mau kan dihantuin masa lalu lo terus?” kata deva yang tiba-tiba muncul.

Nathan tidak sepenuhnya mendengar ucapan deva barusan. Di matanya terus berkelebat potongan-potongan kenangan buruknya secara cepat, menyalahkan dirinya yang tak berguna ini.

“nath,” panggil deva.

Rasa kehilangan yang begitu besar menyesakkan rongga kosong dalam dadanya. Menyekat pernapasannya. “dev.. per..gi.. tinggalin.. gue.. please..” katanya terputus-putus. Deva mengangguk pelan dan menghilang dalam sekejap.

Nathan membayangkan hal-hal lain, yang sekiranya lebih baik, guna menepis bayangan-bayangan buruk tadi.
***
Rio membanting pintu kamarnya. marah dengan keputusan yang mendadak ini. ia menyingkirkan semua benda di atas mejanya dengan kasar. Meluapkan ketidakterimaannya.

Ray dan ify yang tengah asik berlatih vokal dikejutkan dengan bunyi-bunyian kencang dari kamar rio. mereka tak mengerti dengan rio, belum pernah rio seperti ini sebelumnya.

“kak! kak rio! buka kak!” seru ify kencang sambil mengetuk pintu kamar rio terus-menerus.

“diem fy! Gue butuh sendiri!” balas rio kencang. Kemarahan tampak dalam setiap kata yang terlontar darinya.

“kak! lo kenapa kak?” tanya ray khawatir.

Tak ada jawaban dari rio. “kak rio! kak! buka pintunya!” mohon ify khawatir.

Pintu terbuka. Untuk kedua kalinya ify dan ray dikejutkan dengan rio malam ini. tampak sekali rio memiliki masalah berat. bila biasanya rio sangat rapi dalam keadaan apapun, kini berantakan sekali. pandangannya sayu, namun rautnya penuh emosi yang tak terjelaskan.

“lo kenapa kak?” tanya ify yang tak bisa melepaskan pandangannya dari kakaknya ini.

“udah liatnya? Balik sana! Gue mau sendiri dulu!” usirnya halus sambil mengibaskan tangannya.

Ify menerobos rio dan memaksa masuk ke kamar rio walaupun rio sudah melarang dan menahannya. Menggelengkan kepala begitu melihat kamar rio yang sudah seperti kapal pecah. Barang-barang yang tadinya ada di atas meja, kini berserakan di lantai. Matanya tertuju pada suatu benda. Satu stel seragam basket berwarna biru tua yang bertuliskan ‘RioNi’ di bagian belakangnya yang biasa di pakai kakaknya kalau bermain basket dengan agni, dan biasa terlihat menggantung di dinding sebelah cermin, kini malah tergeletak di lantai.

ify yang paham dengan masalah kakaknya langsung angkat bicara. “kak, lo bertengkar sama agni?” tanyanya sembari membereskan barang-barang rio.

“gak,” jawab rio singkat. Ia bersandar di dinding, menengadahkan kepalanya, matanya terpejam, kemudian menghela napas berat.

Ray menepuk pundak rio. sepertinya dia tahu apa masalahnya dari gelagat rio sendiri.

“gue putus sama dia,” lanjutnya getir.

Ify dan ray menatap rio, menyiratkan keibaan. “kenapa?” akhirnya ray bertanya setelah memilih diam daritadi.

Rio membuka matanya dan mengangkat bahu. “entahlah. Mungkin dia udah bosen kali sama gue. atau dia suka sama cowok lain,” tebaknya asal.

“gak mungkin. Agni yang gue kenal gak mungkin suka sama cowok lain saat dia masih punya cowok. Kalo soal bosen enggaknya, gue juga gak tau,” jawab ray.

“kak, lo sayang banget ya sama agni?” tanya ify setelah selesai beres-beres.

Rio tersenyum tipis. “lo udah tau jawabannya kan fy?”

“sayang banget,” jawab ray tepat. Rio hanya menganggukkan kepalanya pelan. “dulu, lo usaha mati-matian buat dapetin perhatiannya agni. dari lo yang mau kenalan sama dia, dengan cara yang cukup basi menurut gue. lo pura-pura nyari ify di rumahnya, padahal ify ada di rumah, terus lo bilang lo bakal nungguin ify. and then, lo berhasil kenalan sama dia, meskipun lo berdua canggung banget waktu itu. sekitar sejam-an lo disana, lo pura-pura nerima sms dari ify dan langsung pulang. Ckck, aneh lo,” lanjut ray yang masih ingat jelas dengan reaksi rio setelah berhasil kenalan dengan agni.

“setelah lo berhasil kenalan dengan agni, lo mulai ngedeketin dia dengan cara-cara lo yang aneh. Tapi pada akhirnya lo jadian juga sama dia. gue masih inget reaksi lo waktu itu kak, lo seneng banget, sampe-sampe lo gak abis-abisnya senyum tiap hari,” kenang ify.

“tapi sekarang?” tanya rio masih tidak percaya.

Hening. Tak ada yang menjawab, atau lebih tepatnya, tidak ada yang berani menjawab. Takut menambah sakit hati rio. “hancur. Mulai hari ini gue gak akan bisa liat agni lagi. dia pasti ngehindar dari gue. padahal gue masih sayang banget sama dia,” ungkapnya jujur.

“kak, nanti gue sama ray tanyain ke dia deh kenapa mutusin lo,” janji ify.

rio hanya menganggukkan kepalanya, menantikan alasan agni mengakhiri hubungan mereka.
***
Zevana mengambil selembar foto sambil tersenyum. Foto dengan gambar dua orang anak di tengahnya. Seorang anak laki-laki yang sedang merangkul seorang anak perempuan dan tertawa bersama.

Zevana jadi teringat satu saat. saat dia berulangtahun yang ke 8 dan cakka memberikannya sebuah kado istimewa, yang masih ia simpan sampai sekarang. Entah angin darimana, akhir-akhir ini dia sering membongkar gudang untuk mencari semua kenangannya dengan cakka dan alvin.

Zevana baru akan memasukkan foto tadi dalam photoframe yang ada di atas meja belajarnya, ia teringat dengan agni. segera ia masukkan foto barusan ke dalam kotaknya. Bahaya besar bila agni melihatnya.

Ohya, mengingat tentang agni, keraguan muncul kembali dalam hatinya. Haruskah agni tahu semuanya? Tapi, apa sanggup agni menerimanya? Apakah dia sendiri sanggup menerimanya? Setelah ia dapat berjumpa kembali dengan cakka, setelah sekian tahun tak bertemu?

Zevana duduk di atas meja belajarnya. Masalah agni, masalahnya juga. tak ingin melihat agni sedih dan kecewa, namun juga tak ingin dirinya yang mengalami.

Terdengar ketukan dari pintu. “ze,” panggil agni.

Zevana menghela napas pelan. “masuk,” jawab zevana.

Agni masuk ke dalam dan menghampiri zevana. Sekilas ia melihat kotak gold yang ada di atas meja zevana namun langsung disembunyikan zevana. Ia menatap zevana dengan pandangan sedikit menyelidik.

“kenapa ag?” tanya zevana memecah kecurigaan agni.

Agni segera mengubah raut wajahnya, namun berkata dalam hati bahwa ia akan mencari tahu tentang kotak itu. “ini,” agni membuka tangannya yang dikepal.

Zevana melihat isinya. Dua liontin dengan warna hitam mengkilap, dengan ukiran silver dan gold di tengahnya. Yang satu dengan gambar silver star, dan yang satu dengan gold crescent moon. Zevana tersenyum tipis melihatnya.

Dia juga memiliki yang sama, namun bukan liontin, melainkan anting, dengan sepasang huruf AZ dan CZ. “terus?” tanya zevana setelah puas memandangi.

Agni mengerutkan keningnya. “gimana bukanya?” tanyanya.

Zevana mengedikkan bahunya. “ya buka aja. Emangnya gak bisa?” tanyanya balik.

“gak. Lo gak liat apa di bawahnya ada lubang kuncinya? Gimana gue bukanya?!” tanya agni tidak sabaran.

“ya lo taro kuncinya dimana?” balas zeva sabar.

Agni berdecak. “liontin ini, udah ada sejak gue amnesia. Berarti ini menyangkut masa lalu gue kan? lo pasti tau dimana kuncinya! Ayolah zevana! Gue penasaran sama isinya! Feeling gue bilang, ada sesuatu yang penting banget di isinya! Yang menyangkut kebahagiaan gue! ayolah ze!” desak agni.

“gue gak punya kuncinya,” jawab zevana singkat.

“bohong!”

“kalo gak percaya, lo boleh periksa kamar gue. gak akan ada,” kata zevana meyakinkan.

“kalo gitu gue mau nanya. Bintang sama bulan sabit ini maksudnya apa?” tanyanya tidak mengerti.

“inisial nama,” jawab zevana.

Agni berpikir sejenak. Inisial? Inisial siapakah? “inisial?” ulangnya.

Zevana mengangguk. Setengah hati berharap agni akan segera menemukan kuncinya, dan setengahnya lagi berharap agni tidak akan pernah menemukannya. Biarkan saja rasa penasaran agni terkubur dalam pencariannya. Tapi itu terlalu jahat. Bagaimanapun juga agni harus tahu, dan dirinya harus bersiap tersingkirkan.

Agni terus bertanya tentang liontin itu. namun zevana selalu menyembunyikannya dan memberinya informasi sangat sedikit. Rasa kekesalan terhadap zevana yang sudah cukup banyak kini malah bertambah banyak. Mengesalkan sekali.
***
Sivia dan shilla membujuk nathan mengikuti kelas musical-teathre. “nathan! Please! Ikut ya?” bujuk sivia yang mulai putus asa. Sejak tadi nathan tidak menggubrisnya sama sekali.

“nath, udah terlanjur di daftarin. Lo harus ikut. Ya? demi gue deh,” bujuk shilla sambil tersenyum manis.

Nathan menatap keduanya bergantian, kemudian mengalihkan pandangannya ke pojok kelas. Hanya ada agni yang ada di kelasnya sekarang, selain dirinya dan kedua cewek ini tentunya. “gak,” tolaknya.

“yah.. nathan, mau sampe kapan lo ngehindar dari musik? Udahlah! Hidup lo tuh gak bisa jauh dari musik, mau bagaimanapun lo ngehindar!” kata sivia agak keras.

Agni yang sedang mengambil gitar dari tempat duduknya, spontan menoleh ke arah mereka. tak sengaja, tatapan nathan dan agni bertemu. Meskipun nathan memakai kacamata yang cukup menghalangi matanya, agni dapat melihat dengan jelas mata nathan saat itu. menyiratkan suatu perasaan.

Nathan tertegun menatap kedua mata agni langsung. Selama bersekolah disana, belum pernah sekalipun dia berbicara ataupun menatap agni. dan sekarang.. rasanya.. tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Untuk sesaat keduanya terdiam dan hanya bertatapan. “helloo,” kata sivia memecah keheningan dengan mengibaskan tangannya di depan wajah nathan.

Keduanya tersadar. Ekspresi wajah agni tampak biasa saja, meskipun bila diperhatikan, ia terlihat menyembunyikan segudang rasa penasaran. Sedangkan nathan, meski ekspresinya tetap terlihat datar, dibalik kacamatanya ia terus memperhatikan gesture agni. yang tanpa sadar, sedikit banyak mengisi celah-celah kosong di hatinya.

“tadi lo kenapa teriak siv?” tanya agni.

“oh, itu.. dia gak mau ikut kelas musical-teathre, padahal namanya udah terdaftar,” jawab sivia kesal, mengarahkan dagunya pada nathan.

Agni menganggukkan kepalanya mengerti. “emang kenapa lo gak mau?” tanyanya pada nathan.

“gue benci musik,” jawabnya dingin.

“why?” tanya agni heran. tak ada seorangpun di dunia ini yang benci musik. Pasti ada sesuatu. Dan sudah kewajibannya sebagai ketua music untuk merekrut sebanyak-banyaknya murid agar mengikuti kelas musical-teathre.

“lo gak perlu tau,” balas nathan.

Agni tersenyum. “kalo gitu, ikut gue. gue jamin lo bakal ikut kelasnya setelah lo ikut gue. kalo lo gak suka nanti, lo boleh resign dari sana,” katanya.

Melihat tak ada reaksi apapun dari nathan, agni langsung menarik tangan nathan keluar kelas dan menyeret nathan ke kelas musical-teathre.

Shilla dan sivia dibuat tak percaya oleh sikap nathan barusan. Berbeda sekali dengan nathan yang biasanya. Shilla saja tak bisa membuat nathan langsung menjawab setelah ditanya, agni malah bisa. Lalu nathan tidak pernah betah bertatapan dengan orang selama tiga tahun terakhir. Sungguh-sungguh kejadian langka.
***
Agni dan nathan sampai di musical-teathre room. Agni mempersilakan nathan duduk di bangku atas. “lo duduk disini. hari ini pembukaan tahun ajaran baru buat kelas ini. lo jangan balik dulu sebelum liat semuanya tampil. Tunggu gue balik kesini,” pesannya.

“gak penting,” komentar nathan, namun tak beranjak dari tempatnya sedikitpun.

Agni tersenyum melihat orang yang dipaksanya ini tetap menurut. Ia berlari menuruni tangga ke backstage.

“nathan, nathan, sekali lo terjerat dalam lingkaran musik, lo gak akan bisa lepas,” gumamnya dengan senyuman.

Nathan melayangkan pandangan ke seisi ruangan. Badannya merinding, melihat lautan manusia di depannya. Rasanya ingin segera melangkahkan kaki keluar dari tempatnya sekarang. Tapi entah apa yang merasukinya, membuat kakinya tak mau bergerak sedikitpun.

Lampu meredup dan mati, mengheningkan riuh rendah obrolan para murid. Satu-satunya lampu menyoroti seseorang yang tengah duduk dan memangku gitar di tengah stage.

Agni. dengan atasan putih dan rok coklat muda diatas lutut. Memangku gitar dengan mata terpejam. Perlahan, jari-jarinya memetik senar gitar dan setelah menghela napas pelan, ia mulai menyenandungkan sebuah lagu. Teristimewa untuk orang yang telah dilupakannya dan slalu menguatkannya di kala drop.

Pernah ada rasa cinta antara kita
kini tinggal kenangan
ingin kulupakan semua tentang dirimu
namun tak lagi kan seperti dirimu
oh bintangku

detak jantung Nathan seakan berhenti saat itu juga. Telinganya yang peka musik tak bisa memungkiri kalau suara inilah yang selama ini dirindukannya.

jauh kau pergi meninggalkan diriku
disini aku merindukan dirimu
kini kucoba mencari penggantimu
namun tak lagi kan seperti dirimu
oh kekasih

Nathan memberanikan diri menatap gadis yang tengah bernyanyi disana. Ia dapat merasakan dengan jelas, jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya.

jauh kau pergi meninggalkan diriku
disini aku merindukan dirimu
kini kucoba mencari penggantimu
namun tak lagi kan seperti dirimu
oh kekasih

pernah ada rasa cinta antara kita
kini tinggal kenangan
ingin kulupakan semua tentang dirimu
namun tak lagi kan seperti dirimu
oh bintangku

setelah mendengar sekian lama, nathan menggeleng pelan. Tidak mungkin.

jauh kau pergi meninggalkan diriku
disini aku merindukan dirimu
kini kucoba mencari penggantimu
namun tak lagi kan seperti dirimu
oh kekasih

selesai. Agni membuka matanya. Semua yang ada disana memberikan standing ovation untuknya. Ia hanya membalas dengan seulas senyuman. Segera ia membawa gitarnya kembali ke backstage, sementara zevana mengambil alih stage.

Nathan segera menepis pikirannya. Sepertinya benar apa yang dikatakan orang lain, dia terlalu banyak berkhayal. Pasti yang didengarnya barusan hanya khayalannya. Mungkin karna agni sedikit mirip dengan orang yang diinginkannya selama ini.

Sebuah tepukan pelan mendarat di bahu nathan. “gimana? Berminat ikut?” tanya agni yang ternyata sudah berdiri di samping nathan dengan napas sedikit terengah.

nathan berdiri dan meninggalkan agni, meski ketika berpapasan ia sedikit melirik ke arah agni yang terus menatapnya. Agni menggelengkan kepala pelan melihat nathan tidak menghiraukannya sama sekali.

dua pasang mata yang memperhatikan keduanya daritadi mencoba menepis rasa cemburu yang menghampiri mereka. satu diantaranya, menghela napas berat melihat agni yang sulit sekali digapainya kembali, dan satu diantaranya, memikirkan cara agar agni dapat kembali padanya, dengan satu saingan di hadapannya.

“ehm,” dehaman seseorang membuyarkan lamunan agni mengenai sikap nathan barusan.

Agni menoleh ke sampingnya, sedikit terkejut mendapati cakkalah yang menegurnya. “err, kenapa cak?” tanyanya salting.

“biasa aja lagi, gak usah salting gitu napa?” sindirnya bercanda.

Agni hanya tersenyum canggung, dalam hati merutuki dirinya akan sikapnya tadi. “sori. Gue gak biasa ngomong sama artis terkenal kayak lo cak,” katanya jujur.

Cakka tersenyum kecil. Dalam hati, agni melonjak-lonjak kegirangan, melihat senyum idolanya untuknya! “gimana sih, katanya mau jadi singer, gak boleh canggung gitu dong ngomongnya,” ledeknya.

“lo tau darimana gue mau jadi singer?” selidik agni ingin tahu. cakka baru sekali bertemu dengannya, namun bagaimana bisa cakka tahu cita-citanya?

Cakka menelan ludah. Memaki dirinya dalam hati, bagaimana bisa dia keceplosan bicara? Bodoh sekali. “emm.. tau dari.. vana,” katanya.

Agni manggut-manggut mengerti, meskipun beberapa pertanyaan muncul di hatinya. “lo akrab ya sama zeva?” tanya agni.

Cakka mengangguk. “akrab banget. tapi gue udah tujuh tahun gak ketemu dia,” pancing cakka.

“tujuh tahun?” ulang agni. ia berpikir keras. Ada sesuatu sepertinya yang berhubungan dengan 7 tahun lalu. Tapi apa? Percuma. Tak ada satu bayangan pun mengenai masa lalunya.

“ya, tujuh tahun lalu. Lo gak tau?” tanya cakka penasaran. Agni menggeleng pelan.

“oh. Udahlah, never mind. By the way, tadi nyanyi lo keren banget loh. Gue ampe merinding dengernya. Dalem tuh kayaknya. Buat siapa? Cowok lo ya?” puji cakka.

“bukan,” jawab agni singkat.

“kalo gue boleh tau, buat siapa ya?” tanya cakka berharap.

Agni menatap cakka sedikit aneh. Mengapa cakka begitu penasaran dengan dirinya? Atau hanya dirinya yang terlalu geer saja? “buat seseorang yang gue gak tau gimana rupanya, tapi dia selalu gue kangenin dan gue sayangin. Yang selalu hadir di setiap gue lagi sedih dan marah. Dia selalu ngehibur gue,” jawab agni yang tanpa sadar malah bercerita banyak pada cakka.

Cakka terperangah oleh cerita agni barusan. Hatinya sedikit terhibur melihat agni berbicara banyak padanya, namun cerita agni barusan mengusik hatinya. “kok lo gak tau rupanya? Jangan-jangan hantu lagi!” canda cakka.

Agni tertawa kecil dan meninju bahu cakka pelan. “ya enggaklah! Serem amat. Ohya cak, gue baru kali ini loh liat lo secerah gini mukanya. Padahal setiap gue liat lo show, muka lo gak secerah beberapa hari ini. wah, pasti lo baru jadian ya? sama oik mungkin?” tebak agni asal.

Agni bertanya-tanya dalam hatinya. Ada apa ini? kenapa dirinya nyaman sekali berbicara dengan cakka? dan mengapa dirinya mudah akrab dengan cakka? belum lagi detakkan jantungnya yang berpacu cepat. sungguh aneh.
***
Ify memasang raut wajah muram dan penuh rasa bersalah ketika menekan bel apartemen septian. Tak perlu menunggu lama, septian membuka pintu dan menyuruhnya masuk. Ia tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya, “sept,” panggil ify pelan.

Septian memalingkan mukanya, “masuk,” suruhnya, sedikit jutek.

Ify mengangguk dan masuk ke dalam. Septian langsung menutup pintu begitu ify memanggilnya kembali. “apa?” tanyanya.

“sept, kamu udah liat gosipnya? Aku Cuma mau kasih penjelasan sept, kalo aku sama ray itu Cuma temenan, gak lebih. Kamu gak marah kan?” kata ify dengan nada bersalah.

Septian menatap ify lekat-lekat. Seluruh kalangan entertainment pun tahu bahwa ify berteman dengan ray, dan sudah berkali-kali ify putus hubungan karna kedekatannya dengan ray. namun ia tahu, ify seorang aktris yang hebat, yang dengan mudahnya mengubah mimik dan nada bicara. Sulit sekali menemukan celah kepura-puraan darinya. Septian sendiri tak ingin tertipu oleh ify.

“gak. Aku tau kok kamu sama ray Cuma temenan,” katanya sambil tersenyum.

Ify menyembunyikan keterkejutannya. Baru kali ini, ia dimaafkan dalam hal seperti ini, dan septian sama sekali tidak marah. Padahal biasanya setelah muncul gosip seperti ini, pacarnya akan segera memutuskannya. Aneh.

Ify membalas senyuman septian. “thanks. Kamu pengertian banget,” katanya.

Septian menepuk bahu ify. “iya dong. Aku kan sayang sama kamu. Aku akan slalu nyoba ngertiin kamu,” balas septian.

Septian akan terus mempertahankan ify sebisanya. Karna ia tahu, ify akan mencoba segala cara, hingga ada kata putus yang terlontar dari bibirnya.
***
“agni!” sebuah suara memecah keheningan di koridor. Yang dipanggil langsung menghentikan langkahnya dan berbalik.

“apa?” tanya agni begitu ray-yang memanggilnya-tiba di depannya.

ray menarik napasnya, kemudian menghembuskannya pelan. “lo putus sama kak rio?” tanyanya pelan.

Ekspresi agni tidak berubah sedikitpun, seolah tidak mendengar sesuatu yang menyakitkan atau mengguncang perasaan. “putus?” ulangnya. Ray mengangguk.  

“siapa yang bilang gue putus sama rio?” tanyanya. Agni melanjutkan kembali langkahnya.

Ray menyamai langkah agni. heran dengan agni yang tak berekspresi sesuatu yang layaknya orang baru putus. Tidak seperti ify tepatnya. “dari kak rio sendiri,” jawab ray.

“oh. Kalo gitu, berarti kita udah putus. Padahal gue Cuma bilang break.”

“ni! Lo cuek amat sih! lo gak sedih apa putus sama kak rio? dia sampe hancur begitu?” tanya ray heran.

“gak, gue gak sedih ataupun ngerasain apapun. gue sendiri gak tau kenapa. hancur? Kayaknya gak segitu parahnya deh. nanti juga dia nemuin yang lebih baik dari gue,” kata agni.

“terserah lo deh. tapi lo putus sama dia kenapa?” tanya ray penasaran.

Agni menghela napas. “gue ngerasa gue mulai gak srek aja sama dia. lama-lama gue jadi ilfeel sama dia. perhatiannya itu ray, too over. Gue kan gak mau dikekang sama dia,” jawab agni jujur.

Ray manggut-manggut paham. “ohya ag, kemaren gue liat lo ngobrol sama cakka, kayaknya akrab banget. seneng nih ya bisa ngobrol panjang lebar sama idola tercinta lo itu!” goda ray, menyenggol lengan agni.

Pipi agni memerah. “apa sih,” katanya sambil tersenyum kecil.

Ray tertawa kecil melihat agni yang tersipu malu. Baru kali ini dia melihatnya. “agni agni,” katanya sambil menggelengkan kepalanya, “enak dong ya. kalo jadian sama cakka, traktir gue dong ya,” ledeknya.

Agni menjawil lengan ray. “aww!” jerit ray, mengusap lengannya. “rese lo ag!” katanya kesal.

Agni tertawa kecil. “ya elah ray, Cuma gitu aja marah. Udahlah, gue duluan ya!” pamitnya dan buru-buru pergi.
***
Obrolan shilla dengan beberapa artis yang lain terhenti begitu ada suara yang memanggilnya. “ashilla.”

Shilla menoleh ke sampingnya. “gabriel?” ucapnya pelan.

Gabriel mengangguk. “boleh gue bicara sebentar sama lo?”

Shilla mengangguk dan mengikuti gabriel ke sudut aula. “mau bicara apa?” tanyanya.

Gabriel membetulkan letak kacamatanya. “lo ada hubungan apa sama nathan? Dia alvin kan? alvin jonathan sindunata? Sepupu lo?” tanyanya beruntun.

Shilla tidak menjawab. “terus, bagaimana bisa dia muncul kembali? Setelah 5 tahun dia menghilang tanpa jejak dari dunia ini? apa yang membuat dia kembali?” lanjut gabriel lagi.

“gabriel, lo bisa cari bahan gosip lain gak? Selain orang di sekitar gue?” kata shilla risih.

 Gabriel sudah biasa menghadapi situasi ini, disaat sumber jawabannya tak mau memberikan informasi. “hei, ashilla! Lo gak mikir apa? Kalo alvin kembali lagi, pasti dunia entertainment bakal gempar! Dan itu akan jadi headline di semua media! Sang legend!” gabriel menerawang dan membayangkan, betapa akan hebohnya berita ini bila tersebar.

“gabriel! Alvin gak ada! Legend apa pula itu! gak ada!” bantah shilla kesal. meski dia sendiri ikut terbawa dalam khayalan gabriel barusan. Betapa bahagianya keluarga besarnya, bila nathan mau kembali menjadi alvin.

“oke, kalo lo gak mau kasihtau, gue masih punya cara lain buat cari bukti. Jangan kaget kalo nanti lo bakal liat berita itu jadi headline di semua media massa,” katanya setengah menyeringai.

“cari bukti apa? Alvin dan nathan berbeda. Bertolak belakang malah. Lo gak akan pernah menemukan buktinya. Karna nyatanya mereka bukan orang yang sama. Dan semua orang hanya tahu kalau alvin sudah meninggal,” remeh shilla.

Gabriel melipat kedua tangannya. “yakin? Kalo gue berhasil buktiin, gimana tuh?”

“gak akan gue biarin,” gumam shilla amat pelan. “soal headline, gue Cuma mau bilang, lo gak punya perasaan apa? Seenaknya lo ngegosipin orang. Gue Cuma gak mau salah satu keluarga gue jadi korban lo,” pesannya lalu hendak meninggalkan gabriel.

Baru selangkah dia berjalan, shilla berbalik kembali. “one more, don’t call me ashilla. Just shilla,” peringatnya lalu melanjutkan berjalan.

Ashilla, hanya seseorang yang boleh memanggilnya seperti itu. panggilan sayang orang itu pada dirinya. tidak boleh ada yang memanggilnya ashilla selain orang itu.

Gabriel menggelengkan kepalanya. “ashilla ashilla, semakin lo membantah pernyataan gue, semakin memperkuat pernyataan gue. gue Cuma berniat baik, mengembalikan pangeran yang hilang dari dunia musik. Biarkan alvin kembali shill, biarkan dia jalanin kehidupannya sendiri, yang penuh dengan lika-liku musik.”
***
Rio memetik senar gitarnya asal-asalan, sekedar mengisi waktu luangnya. Biasanya ia akan menghabiskan waktu bersama agni. namun sekarang, sudah tak ada lagi agni yang menemaninya dan menghilangkan jenuhnya. Dia sendirian.

Rio memejamkan matanya. Hatinya hampa. Kosong tanpa agni yang mengisinya. Dia merindukan agni, sangat merindukannya. Namun apa dayanya, agni sendiri yang sudah jenuh padanya, dia tidak bisa memaksakan kehendaknya pada agni.

aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
aku ingin menjadi sesuatu yg mungkin bisa kau rindu
karena langkah merapuh tanpa dirimu
oh karena hati tlah letih

andaikan, dia bisa menjadi sesuatu yang berharga untuk agni, seperti agni yang begitu berharga di matanya. Andaikan..

aku ingin menjadi sesuatu yg selalu bisa kau sentuh
aku ingin kau tahu bahwa ku selalu memujamu
tanpamu sepinya waktu merantai hati
oh bayangmu seakan-akan

andaikan agni tahu betapa besar rasa cintanya pada agni, seberapa tulus itu, ia yakin, agni tak akan berpisah darinya. Andaikan..

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu
seperti udara yg kuhela kau selalu ada

agnilah yang selama beberapa bulan ini mengisi pikirannya, mengisi hatinya, yang selalu dirindukannya, yang selalu dipikirkannya.

hanya dirimu yg bisa membuatku tenang
tanpa dirimu aku merasa hilang
dan sepi, dan sepi

kehilangan. Ia telah kehilangan agni. Tanpa alasan, tanpa dasar.

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu
seperti udara yg kuhela kau selalu ada

kau seperti nyanyian dalam hatiku
yg memanggil rinduku padamu
seperti udara yg kuhela kau selalu ada

selalu ada, kau selalu ada
selalu ada, kau selalu ada

meski begitu, ia akan mencoba bertahan, dan sebisa mungkin membuat agni kembali padanya. Atau setidaknya.. agni tahu betapa hancur dan perihnya hatinya.

“kak rio, gue udah tanya sama agni. dia bilang, dia gak suka sama perhatian lo yang over. Rasa buat lo semakin hilang,” jujur, ray merasa bersalah mengatakan ini. namun riolah yang meminta.

Rio termenung. “over? Apa sih yang over?” katanya tidak puas.

“perhatian lo kak. tiap hari lo sama dia terus. lo datengin rumahnya tiap hari, lo selalu nanyain dia kemana dia mau pergi, sama siapa dia mau jalan. Kadang lo malah gak ngijinin dia buat jalan sama temennya. Padahal lo tau sendiri kak, kalo temennya itu banyakkan cowok,” kata ray. sebenarnya, dia baru saja menyampaikan unek-uneknya dan ify. tapi inilah yang memang dirasakan agni. dan tidak menutup kemungkinan, masih banyak lagi sikap-sikap rio yang kurang menyenangkan.

“terus? kenapa? biasa aja kali,” kata rio heran.

Ray berdecak. “singkatnya, lo terlalu ngekang dia kak!” balasnya kesal.

Rio mengerutkan keningnya. “ngekang? Gue gak ngekang dia kok! Wajar kan kalo gue gak suka dia jalan sama cowok lain? Kalo gue pengen tau kemana dia pergi? Kalo gue datengin rumahnya? Aneh lo!”

“kak! agni tuh masih sma! Catet! SMA! Dan lo udah kuliah! KULIAH! Jenjang usia lo berdua cukup jauh juga kak! dan lo gak ngerti apa yang dia mau! Lo gak bisa kayak begitu sama agni, dia butuh kebebasan kak! kalo lo sama yang seusia kuliahan sih gak papa! Emang mereka udah butuh cowok yang perhatian banget! perhatian lo tuh kurang baik buat agni kak. agni kan masih muda banget, dia butuh perhatian yang biasa aja, jangan berlebihan begitu,” jelas ray panjang lebar.

Rio terdiam. Di kepalanya berputar penjelasan, atau lebih tepatnya teguran ray. “semoga lo sadar kak,” kata ray pelan.
***
Zevana yang tengah membaca sebuah novel cukup dikejutkan dengan beberapa member baru yang bergabung dengan kelas sastra. Tiga orang yang merupakan murid MT juga. zevana melambaikan tangannya dan tersenyum, meminta ketiganya mendekat.

Hanya cakka dan shilla yang berjalan ke arahnya, sedangkan nathan langsung menyelinap di antara rak-rak buku, mencari sesuatu. “hai! Lo bertiga gabung di kelas ini juga?” tanya zevana bersemangat.

“seperti yang lo liat,” jawab cakka dengan tersenyum.

“eh zev, gue nyari buku dulu ya,” pamit shilla, bergegas mencari sebuah novel yang sekiranya menarik untuk dibaca.

Cakka mengambil tempat duduk di sebelah zevana, cukup menyita perhatian anggota lain. Cakka, yang baru masuk sekolah ini, namun terlihat dekat dengan kakak-beradik zevana-agni, seolah sudah lama dekat dengan keduanya.

Zevana menjulurkan kepalanya, mencari-cari nathan. Dia betul-betul penasaran dengan nathan yang jarang bicara dan tidak bersosialisasi sama sekali. “nathan mana ya cak?” tanya zevana heran.

Cakka memalingkan wajahnya, tangannya sudah mengepal kuat. Selalu nathan. Selalu alvin. mengapa semua hanya memperhatikan alvin? tak adakah yang menganggap dirinya? Hanya rasa iri, yang selalu mengisi hatinya, dan rasa benci, yang terus berkembang dalam dirinya. setia menemaninya menjalani hari-harinya.

tak pernah berubah. Selalu saja. sejak dulu. alvin selalu dibanggakan, selalu diprioritaskan, selalu diperhatikan. Pernahkah, dirinya yang jadi nomor satu? Pernahkah, dirinya yang dibanggakan?

“cak!” tegur zevana, membuyarkan lamunan cakka.

“hmm,” balas cakka malas.

“lo liat gak nathan dimana? Penasaran gue sama tu anak,” kata zevana lagi.

“di belakang lo,” jawab cakka tanpa melihat ke arah yang disebutnya.

Zevana langsung menoleh ke belakangnya, menelan ludah begitu melihat ekspresi data nathan. “eh, nathan.. gue cariin juga! sini deh, gue mau ngobrol bentar sama lo,” kata zevana, mempersilakan nathan duduk di sebelahnya yang satunya.

Nathan duduk dan membuka buku yang diambilnya. Zevana melihat bukunya. Novel teenlit? Tidak salah?

“novel teenlit? Lo suka baca novel yang beginian? Waw,” katanya terkejut.

Cakka mendengus. “novel teenlit? kisah cinta-cintaan? Ya maklum ajalah zev, cowok kayak dia mah terlalu terbuai dengan kisah cinta yang membahagiakan begitu. Gak sadar kalo udah ngancurin kisah orang,” celetuknya kesal.

Nathan masih terus sibuk membaca, seolah tak mendengarkan ucapan cakka yang menyindirnya barusan.

Zevana menatap keduanya bergantian. Tak ada yang saling melirik, apalagi memandang, tak ada pula yang menunjukkan raut emosi di wajah keduanya, membuatnya tidak mengerti dan bingung.

“ze! Sori telat! Tadi ada..” kata-kata agni yang baru datang terputus begitu melihat dua cowok yang ada di samping zevana.

“hai ag!” sapa cakka cepat. agni mengangguk.

“hai nath,” sapanya, menatap nathan yang tengah sibuk membaca. Nathan hanya mengangguk saja.

Cakka merengut kesal. Lagi-lagi nathan. Lagi-lagi alvin. Tak bisakah ia diperhatikan, sedikit saja? “ag, tadi ada apa?” tanya cakka memecah keheningan di antara mereka.

Agni melepaskan tatapannya dari nathan. “tadi ada.. rio,” jawabnya lirih.

“rio?” ucap zevana dan cakka berbarengan.

“siapa rio?” tanya cakka tidak mengerti.

“kak rio? ngapain dia kesini? bukannya lo udah putus sama dia ag?” tanya zevana.

“putus? Berarti..” kata cakka yang sudah mengerti.

Agni mengangguk. “mantan gue. dia minta penjelasan dari gue kenapa mutusin dia,” katanya sambil mengangkat bahu.

Keduanya membulatkan mulut dan manggut-manggut mengerti.

“lo masih sayang sama dia?” tanya cakka memberanikan diri.

Zevana dan agni tercengang dengan pertanyaan cakka barusan. Apakah maksudnya... “sayang, sebagai adik pada kakaknya,” jawab agni.

Cakka tersenyum puas.

Zevana dan agni yang melihat senyum itu menebak-nebak dalam hati masing-masing. Apa artinya? Apakah artinya cakka menyukai agni? atau cakka hanya sekedar ingin tahu saja? besar kemungkinan senyum itu berarti cakka menyukai agni, namun bagi agni, waktu pertemuan keduanya yang begitu singkat tak dapat membuatnya langsung menyukai cakka. dengan arti, menyukai cakka sebagai lawan jenis, bukan sebagai idola.
***
Kehadiran acha dan aren yang tiba-tiba membuat nathan terkejut. Keduanya tersenyum jahil, entah apa yang dipikirkan mereka.

“kalo dateng jangan tiba-tiba bisa gak? Kaget gue. tumben mau dateng ke sekolah,” kata nathan heran.

“eh vin,” panggil acha.

“jangan panggil gue dengan nama itu. kalo lo berdua masih manggil begitu, mendingan lo pergi aja sana,” sela nathan ketus.

Acha dan aren menggelengkan kepalanya, ingin mereka membantah nathan, namun tidak untuk kali ini. biarkan saja dulu.

“terserah lo deh. by the way, kayaknya lo lagi suka sama cewek nih,” goda aren.

Nathan mengangkat kepalanya, menatap aren. “maksud lo?” tanyanya tidak paham.

Acha duduk di atas meja nathan dan membaca tulisan-tulisan di laptop nathan yang sedang menyala. “jangan pura-pura gak nyadar deh lo. gue tau banget kok gelagat lo kalo lagi suka sama cewek. Gue masih inget kok vin pas lo mulai suka sama gue,” jawabnya tanpa melihat nathan.

“gue bukan alvin! dan gue gak lagi suka sama cewek! Sok tau banget sih lo berdua! Pergi sana!” usirnya.

Aren menutup mulutnya menahan tawa. “alvin alvin. lo bisa bohongin hati lo. tapi lo gak bisa bohongin kita vin. kita bisa baca pikiran dan isi hati lo,” kata aren.

“achaku yang manis, arenku yang cantik, catet ya! gue gak lagi suka sama siapapun dan gak akan pernah suka sama siapapun! Cukup banget bagi gue buat ngerasain pahitnya cinta. Dan gue gak butuh lebih banyak lagi! cukup lo, lo, nandya, dan silvia yang jadi korban gue! gue gak mau ngelukain siapapun lagi!” serunya marah sambil menunjuk acha dan aren.

Sebuah bunyi tepukkan tangan menggema di ruangan kelas yang sepi tersebut. “betul! Dan biarkan nathan bahagia dengan caranya sendiri!” seru dea, menatap aren dan acha tajam.

Acha dan aren berjalan menghampiri dea. “siapa sih lo? ikut campur banget sama urusan alvin! emangnya lo ceweknya? Bukan kan! jangan sok baik deh sama alvin, lo gak berhak nyuruh-nyuruh dia dan ngekang dia! sadar diri dong!” sinis acha.

“oh, jadi lo maunya gue pergi dari kehidupan nathan gitu? Jadinya lo berdua bisa bebas nyiksa dia? ngebuat dia jadi alvin lagi? waw! Gue kira cewek-ceweknya dia tuh imut-imut, baik-baik, manis-manis! Ternyata, lebih gak tau diri lagi! lo gak nyadar apa kalo nathan gak mau jadi alvin lagi! kalo dia udah jauh lebih baik semenjak jadi nathan! Gue Cuma akan pergi, kalo nathan yang minta gue pergi!” balas dea lebih sinis.

Dea beralih menatap nathan yang sedang menonton pertengkaran keduanya. “nathan! Sekarang gue tanya sama lo! lo mau gue pergi? Kalo lo yang minta, akan gue kabulin,” kata dea agak lembut.

Nathan menggeleng. “jangan ada yang tinggalin gue. lo berempat harus sama gue. dan gue minta! Gak ada yang bertengkar di antara lo semua! Terutama lo berdua!”

“dan gue harap, jangan ada yang bahas atau sebut nama alvin di depan gue. itu masa lalu, masa lalu yang terlalu pahit dan gak layak untuk dikenang dan diungkit. Semoga lo semua ngerti. Sekarang, lo semua pergi. Jangan sampai ada yang ngira gue sakit jiwa gara-gara gak ada yang percaya tentang keberadaan lo semua,” tambah nathan.

Ketiganya mengangguk dengan berat dan perlahan pergi meninggalkan nathan sendiri.

Seseorang yang sejak tadi menyimak di luar pintu cukup dipusingkan dengan hal ini. ia mengintip dan melihat tidak ada seorangpun selain nathan disana. Apa nathan.. sakit jiwa? Buru-buru ia menepis pikirannya. Kalau tidak salah dengar, tadi nathan menyebut-nyebut nama.. alvin? apakah nathan alvin?

Dilihat dengan relasinya dengan sivia dan shilla, juga ketidakakrabannya dengan cakka, dapat disimpulkan alvin yang dimaksud adalah alvinnya. Ya! alvinnya. Tapi.. ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya mengenai alvin dan nathan.

“vana!” tegur cakka, menepuk bahu zevana.

Zevana terlonjak kaget, kemudian mengelus dadanya. “cakka! jangan ngagetin napa!” katanya kesal.

“lah, abisan lo aneh banget. ngintip-ngintip segala lagi! ngeliatin apa sih?” tanya cakka penasaran. Lalu mengintip ke dalam kelas.

Ia melengos. Alvin rupanya. Cakka menegakkan kembali kepalanya. “ngapain lo ngintipin dia? naksir lo?” tanyanya ketus.

Zevana mengangkat bahu. “ada yang aneh sama dia. lo kenal sama dia cak? Kayaknya sirik amat lo,” tanya zevana heran.

“gak! Udahlah, ngapain sih merhatiin dia? mendingan lo temenin gue ke kantin yuk,” ajak cakka dengan menarik tangan zevana.

“jealous lo cak?” goda zevana.

Cakka menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap zevana. “iya! Puas lo?!” jawabnya asal.

Untung saja cakka sudah berbalik dan berjalan kembali, kalau tidak, zevana tidak tahu bagaimana harus menyembunyikan wajahnya yang memerah dari cakka. semoga cakka tidak mendengar detakkan jantungnya yang mendentum begitu cepat. dirinya sendiri tidak mengerti dengan perasaannya.
***

0 comments:

Post a Comment