Tuesday 16 November 2010 | By: Vina Arisandra

Unpredictable Love Part 4

PART IV

Cakka membongkar gudang rumahnya, mencari beberapa benda penting. Setelah sejam berkutat dengan dus-dus besar, akhirnya ia menemukannya. Beberapa dus yang sudah sekitar 5 tahunan ini berdiam di sudut gudangnya, membuatnya menghentikan pencarian.

Cakka mengibas-ngibaskan tangannya, agar debu tidak masuk ke dalam alat pernapasannya. Ia memindahkannya ke kamarnya setelah dibersihkan.

Cakka mengambil sebuah album foto dari sekian banyak album yang ada disana. Perlahan, ia membukanya, dan ketika itu juga, semua kenangannya bermain kembali untuknya. Cakka meraba foto yang dilihatnya pertama kali.

Sebuah gambar dirinya dengan seorang anak perempuan yang sedang piknik bersama. Tawa anak perempuan itu yang begitu manis, bahkan masih sangat jelas terngiang dalam telinganya saat ini. Seorang anak perempuan yang amat disayanginya, lebih dari sgalanya. Semua akan ia berikan, hanya untuk anak itu.

Seorang gadis kecil dengan rambut panjang yang dikuncir kuda. Gaya pakaiannya pun feminin sekali. Cakka membandingkannya dengan sebuah foto seorang gadis muda dalam pigura di mejanya. Yang berhasil diambilnya dari website sekolah. Sangat berbeda sekali.

Pantas saja pada awalnya cakka sangat sulit menemukan gadis itu kembali, penampilannya sudah benar-benar berubah. Sama sekali berbeda dengan yang dulu dikenalnya. Tapi rasa yang sudah tersimpan sejak dulu itu, tak mudah menghilang seiring dengan perubahan-perubahan sang gadis.

Hanya saja, sedikit rasa tertarik sedikit menghilang dari hatinya. Bila bisa memilih, ia akan memilih gadis yang ada di foto itu, bukan yang sekarang.

“agni, gue kangen sama lo yang dulu ag,” ucapnya jujur dari lubuk hatinya yang terdalam.

Ya, cakka merindukan agninya yang dulu. Agni yang feminin, riang, ceria, perhatian, bawel, dan sangat dekat dengannya. Bukan agni yang tomboy, pendiam, dan sedikit cuek seperti ini. Ditambah sekarang agni tidak mengenalinya sama sekali.

Deretan pertanyaan siap ia luncurkan pada zevana esok hari. Atau bila zevana tidak ingin memberitahunya, ia akan bertanya langsung pada agni. Tak peduli dengan tatapan heran para fansnya. Sepertinya benar apa kata zevana kemarin, ia terlalu terburu-buru mendekati agni.
***
 zevana berusaha mendekati shilla dan sivia. Penasaran sekali dengan nathan dan cakka. Ingin tahu hubungan keduanya. Sekaligus memastikan, apakah nathan adalah alvinnya? Alvin yang telah pergi dan menghilang?

Lamunan zeva terbuyarkan oleh bunyi buku yang dibanting oleh sivia di atas meja. Ia menengadahkan kepalanya menatap sivia yang terlihat marah. “emm, siv, kok lo disini? Kelas lo kan di sebelah,” tanya zevana memberanikan diri. Seram juga melihat sivia yang selalu lembut ini marah.

Sivia mendelik kesal pada zevana. Zevana menelan ludah, takut sivia meluapkan amarah padanya. Perkiraan zevana salah, sivia malah berkata dengan nada biasa, sama sekali tidak terdengar bahwa sedang marah. “gue tukeran kelas sama shilla. Gara-gara cakka! Katanya dia mau jagain shilla!”

“jagain shilla? Buat apa? Emangnya shilla lagi diuntit paparazi? Atau dikejar wartawan?” Tanya zevana tidak paham. Sepenglihatannya, shilla  baik-baik saja, apa yang harus dijaga?

Sivia tampak berpikir, kemudian mencondongkan kepalanya lebih dekat dengan zevana. “lo masa lalunya cakka kan? Lo bisa gue percaya?” Tanyanya ragu.

Zevana mengangguk meyakinkan. Sivia tersenyum, kemudian kembali duduk seperti semula. Ia berbisik dan memulai ceritanya. “cakka, gue, sama shilla sepupuan. Tapi gue gak tau kenapa shilla selalu lebih diperhatikan. Kadang gue bertanya-tanya sendiri, apa gue jahat? Atau gue jelek? Gue tidak baikkah? Gue gak nemuin kesalahan dalam diri gue, tapi kenapa gak pernah ada yang merhatiin gue? Gue selalu dimarahin dan gak dianggep. Bahkan cakka hanya baik sama gue kalau shilla yang minta. Emangnya ada yang salah sama gue ya?” Curhat sivia.

Zevana dapat mendengar nada keputusasaan dari sivia. “lo gak jahat, lo baik. Lo gak jelek, justru lo cantik siv. Gue malah lebih gak ngerti masalah lo ini. Ya mungkin cakka mengira lo baik-baik saja, dan shilla lebih butuh perhatian. Dari yang gue denger dari beberapa artis disini, katanya shilla suka minum ya? Mungkin itu yang menyebabkan cakka ingin ngejagain dia siv. Jangan nethink lah,” kata zevana.

Sivia tersenyum. Kata-kata zevana barusan memberikan semangat baru untuknya. “thanks ya. Ohya, gue boleh tau, siapa orang yang dicari cakka selama ini?” Tanya sivia.

Sivia sangat ingin tahu, siapa gadis yang selama ini dicari oleh cakka, yang begitu berharga bagi cakka, hingga cakka menyalahkan alvin, dan membuat jiwa alvin sendiri masih terguncang sampai sekarang.

Melihat tatapan zevana yang menghindar, ia mengerti, zevana memiliki rasa pada cakka, dan tidak mau membahasnya. “ups, gak papa kalo lo gak mau jawab. Sori udah ikut campur. Hehe,” kata sivia.

Zevana mengangguk dan tersenyum. “eh siv, gue penasaran deh sama nathan. Kayaknya dia ngehindar bersosialisasi banget. Terus, kemarin gue denger dia ngomong sendiri. Dia.. Sakit jiwa ya?” Tanyanya hati-hati, dengan memelankan suaranya di kata ‘sakit jiwa’.

Sivia menelan ludah. Dalam hati memaki nathan yang ceroboh sekali. Sudah ia peringatkan, jangan pernah membiarkan teman khayalannya mengganggu di sekolah. Dan sekarang, sudah ada yang tahu. Dan tak menutup kemungkinan, kabar ini akan tersiar ke seisi sekolah dan membuat nathan kembali tersudutkan.

Zevana mengibas-ngibaskan tangannya di depan sivia. Tidak berkedip sama sekali. “siv!” Tegur zevana.

“hah? Ya? Kenapa?” Tanya sivia kelabakan.

“kok lo ngelamun? Jawab dong,” desak zevana.

Sivia tersenyum tipis. “masa nathan waras begitu lo bilang sakit jiwa sih? Kalo dia ada, nanti tersinggung terus marah loh. Dia memang seperti itu, pendiam dan dingin. Tapi kalo lo mau deketin dia, silahkan saja,” canda sivia.

Zevana tertawa kecil. “bener loh ya? Nanti gue deketin deh. Penasaran,” katanya ikut-ikutan.

Dalam hati, sivia sangat berharap pada zevana. Semoga gadis di hadapannya ini bisa mengembalikan alvinnya yang dulu.
***
Kelas musik diriuhkan dengan anak-anak yang sedang mencari pasangan duet. Audisi duet akan diadakan minggu depan. Semua sibuk mencari lagu dan pasangan.

Agni menuliskan daftar pasangan yang akan tampil nanti. Ia melayangkan pandangannya ke seisi ruangan. Bahkan dirinya sendiri belum mendapatkan pasangan. Kira-kira, siapa yang akan mengajaknya?

“agni,” panggil cakka pelan.

Agni menoleh, dan menunggu kelanjutannya. Cakka mengulurkan tangannya dengan sedikit membungkuk. “mau jadi pasangan gue?” Tawarnya sambil tersenyum.

Agni tersentuh oleh senyum manis cakka. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menerimanya. Ia tersenyum dan meletakkan tangannya diatas tangan cakka yang menantinya. Ia mengangguk pelan. Hanya orang bodoh yang akan menolak ajakan seorang cakka.

Cakka menggenggam tangan agni dan mengecupnya. Muka agni merona merah, semua yang ada disana sampai mematung melihat keduanya. Cakka menegakkan badannya dan berdeham. Semua kembali dalam kesibukan masing-masing, walau mereka selalu curi-curi pandang terhadap keduanya. Mencurigakan.

Zevana dan nathan bergidik melihatnya. Berlebihan sekali cakka. Tidak sadarkah ia bahwa ini di depan umum? Dan tidak sadarkah ia akan statusnya? Yang notabene sebagai artis? Bagaimana kalau ada yang merekam atau memotret keduanya tadi? Lalu disebar ke seluruh media massa? Ini bisa memengaruhi kehidupan agni.

Zevana menghampiri cakka. Tidak habis pikir dengan kelakuan cakka tadi. Terlalu terburu-buru sekali. Zevana menarik cakka menjauh. “cak! Bisa sabar dikit gak sih? Lo tuh ngebet banget sih sama agni! Inget status lo sekarang. Masa tiba-tiba lo jadi manis banget dan pedekate terang-terangan sih? Semua butuh proses cak!” Marah zevana setelah tiba di sudut yang sepi.

Cakka memutar bola matanya. “kelamaan itu vana! Udah deh, jangan mikirin status gue. Gue aja gak mikirin, napa lo yang ribet sendiri sih?”

Zevana baru akan berucap kembali, namun cakka sudah menyela. Ia menepuk kedua bahu zevana dan menatapnya tepat di mata zevana. “tenang aja. Gue jamin tidak akan terjadi sesuatu. Gak lama lagi dia pasti inget gue. Dan semua akan kembali normal,” kata cakka sangat yakin.

Zevana menatap punggung cakka yang semakin menjauh. Dalam hati menyanggah kata-kata cakka barusan. Tidak akan bisa kembali normal. Seingatnya, agni pernah bercerita padanya, tentang orang yang selalu diharapkan agni. Dan sepenuh hati zevana yakin, kalau orang itu bukan cakka. Ditambah dengan masa lalu mereka, zevana semakin yakin, bahwa yang dirindukan agni bukanlah cakka, melainkan alvin.

“ehm!” Seseorang berdeham tepat di belakang zevana. Zevana berbalik. Sapuan rambutnya yang dikuncir mengenai orang itu.

“eh nathan. Kenapa nath?” Baru kali ini nathan menghampirinya.

“rambut lo. Lepas kunciran lo,” kata nathan risih. Tidak suka sekali dirinya melihat zevana yang selalu menguncir rambut.

Zevana menunjuk rambutnya yang dikuncir dengan tatapan bertanya. Nathan mengangguk. “gak ah. Nanti ada yang kesel kalo gue lepas,” tolak zevana halus.

Nathan mengulurkan tangannya dan langsung melepas kunciran zevana, lalu merapikannya. Zevana membeku di tempatnya. Ia terus menatap nathan yang bersikap cuek saja. Ia jadi teringat dengan seseorang, yang selalu memintanya menggerai rambutnya, dan akan memperlakukannya seperti ini bila ia menolak.

“alvin,” gumamnya tidak sadar.

Nathan tersenyum menanggapinya. Setidaknya ia bisa memaksakan senyumnya. “masih inget sama gue ya zev?” Katanya setelah mundur sedikit.

Mata zevana melebar. Apa? Dia benar-benar alvinnya? “alvin!” Pekik zevana tertahan.

Nathan segera menutup mulut zevana dengan tangannya. “cukup lo yang tau. Jangan sampai tersebar,” bisiknya.

Zevana mengangguk kecil. Sangat terkejut dan tak percaya dengan ucapan nathan barusan. “lo? Alvin? Alvin jonathan sindunata? Ini serius elo?” Tunjuknya pada nathan.

“iya! Cerewet! Jangan panggil gue alvin! Panggil nathan saja!” Sikapnya yang sedikit lembut tadi, berubah ketus kembali.

Senyum zevana mengembang. “gue kangen banget sama lo vin! 5 tahun lalu, pemberitaan sempat heboh gara-gara hilangnya lo. Dan lo..”

“dinyatakan meninggal karna gue bener-bener hilang dari muka bumi,” lanjut nathan santai.

Zevana mengangguk. “dicari dimana-mana tidak ketemu. Padahal banyak paparazzi yang bener-bener nyari lo sampe ke luar negri. Tapi lo gak ditemukan juga. Gimana caranya lo ngilang?” Tanyanya penasaran.

“rahasia. Ohya, gue liat-liat, lo masih suka sama cakka ya?” Tanya alvin tepat.

Zevana melengos. “kebiasaan lo deh ya. Ngomong selalu to the point. As you can see,” jawab zevana.

Alvin menepuk bahu zevana. “yang sabar aja. Gue duluan. Bahaya kalo ada yang denger percakapan kita. Emm, don’t tell anyone about me. I trust you,” nathan mengakhirinya dengan senyum tipis, kemudian berlalu meninggalkan zevana.

Zevana tersenyum sendiri. Kenangannya akan alvin berputar kembali di kepalanya. Cara bicaranya, auranya, dan bahkan perhatiannya, tak pernah berubah. “zevin,” gumamnya kembali.
***
 Cakka duduk di kursinya. “zy!” panggilnya dengan melambaikan tangan.

Ozy segera mendatanginya. “kenapa cak?” tanyanya.

“hape gue mana? Hari ini terakhir kan syutingnya? Berarti besok gue bebas dong?”

Ozy menyodorkan hape yang diminta cakka. “iya. Emang lo mau ngapain?”tanyanya heran. tak biasanya cakka bertanya dengan semangat seperti ini.

Cakka menepukkan kedua tangannya. “asik! Kalo gitu gue gak mau terima job apapun selama sebulan ini! bilang aja gue vakum sementara atau apalah!” suruhnya.

Ozy mengangkat sebelah alisnya. “what?! Sebulan?” ulang ozy setengah berteriak.

“sstt! Slow aja bisa kali!”

“sori. Kaget gue. lo kan gak pernah stop terima job, masa ini mau vakum dulu? katanya mau jadi artis terkenal,” kata ozy.

Cakka mengalihkan pandangannya ke arah lain. “ada yang harus gue lakuin. Penting banget. dan gue butuh 1 bulan untuk nyelesainnya.”

Ozy sepertinya mengerti maksud cakka. ia tersenyum. “oh. Yaudah deh, selesain sana masalah cinta lo. good luck.”

Cakka terkekeh mendengarnya. Ozy selalu mengerti dirinya. bahkan rahasia pribadinya pun ia percayakan pada ozy. Sekarang dia punya waktu 1 bulan. Akankah dalam 1 bulan, agni akan mengingatnya kembali? Dapatkah ia merebut hati agni kembali?
***
“shil,” panggil nathan canggung. Kaku sekali memanggil shilla untuk pertama kalinya setelah 3 tahun yang panjang ini.

Shilla menoleh ke sumber suara dengan tersenyum senang. Kemajuan yang sangat baik bila nathan mau mengajaknya bicara duluan. Ia hanya diam, menunggu kelanjutan dari nathan.

Nathan tampak ragu. “emm, boleh pinjem mobil lo? kalo lo mau pake juga gak papa kok, gue pinjem ke sivia aja,” ungkapnya tidak enak.

Mata shilla berbinar. Hei, bahkan untuk pertama kalinya alvin mau keluar dari rumah dan meminjam mobil! Ia yakin, tidak mungkin nathan hanya pergi sendiri, pasti ia akan bersama orang lain. Bagus bila nathan mau mulai bersosialisasi.

“boleh gak?” tanya nathan yang mulai risih dilihatin seperti itu terus.

Shilla mengangguk cepat. segera ia meraih kunci mobilnya yang tersimpan di lacinya dan menyerahkannya pada nathan. “mau kemana? sama siapa? Sama cewek ya? ciee.. semoga lo dapetin cewek yang cocok sama lo,” asal shilla yang menjadi heboh sendiri.

Nathan paling anti mendengar hal-hal seperti ini. hanya akan mengingatkannya akan luka yang membekas di hatinya. Shilla yang melihat pandangan lirih nathan segera mengalihkan pembicaraan. Bisa gawat kalau mood nathan yang sudah baik malah redup lagi karenanya. “jadi pergi nath? Jangan lupa pulang,” pesannya.

Nathan mengangguk dan segera pergi dan melajukan mobil shilla. setiap kali ia pergi dari rumah, bahkan untuk sebentar saja, itu pun jarang, shilla dan sivia selalu berpesan padanya untuk pulang. Mungkin mereka takut, bila ia pergi dan takkan pulang kembali, seperti yang pernah dilakukannya dulu.

Dua puluh menit, waktu yang dibutuhkannya untuk mencapai tempat tujuannya. Ia berpikir sejenak. Menyusun kata-kata sekaligus mengumpulkan keberaniannya. Setelah merasa sanggup, ia turun dari mobil, dan menekan bel rumah di depannya.

Tak ada yang membukakan pintu. Ia melirik jam tangannya. Ya, masih sepuluh menit lagi sebenarnya janjiannya. Ia hanya ingin lebih cepat, tak sabar menunggu kejelasan dari semua ini. perlahan, seorang gadis dengan rambut tergerai berjalan cepat ke arahnya. Menjaga tatanan rambutnya agar tidak berantakan.

Gadis itu tersenyum manis. “mau masuk dulu atau langsung?” tanyanya.

Nathan membalas senyumannya, meski tidak semanis gadis itu. sejak bertemu kembali dengan gadis ini, bagaimana caranya, rasanya lebih mudah untuk tersenyum kembali. Ia menunjuk ke arah mobil. Gadis itu mengangguk dan mengikuti nathan.

Sepanjang perjalanan, nathan hanya diam saja mendengarkan celotehan-celotehan yang terlontar dari gadis manis di sebelahnya ini. bercerita begitu banyak, kadang ia tertawa dan tersenyum, begitu lepas dengan nathan di sebelahnya.

“udah zev, distop dulu bisa gak? Kita mau bahas masalah lain,” kata nathan heran. kembali, gadis ini bisa membuatnya berbicara panjang. Mungkin kenyamanan dan kepercayaannya terhadap gadis inilah yang membuatnya begitu.

Zevana merengut kesal. setelah mengambil tempat duduk di dekat kaca kafe dan memesan minuman, ia memulai kembali pembicaraan pada sosok di depannya ini. “jadi? Lo mau gue cerita tentang apa? Kayaknya tadi gue udah cerita banyak deh.”

Raut wajah nathan tampak serius. “agni. ceritain gue tentang dia,” katanya serius.

Zevana yang sudah menduganya sejak awal nathan mengajaknya bertemu bersikap biasa saja. “seperti yang lo liat di sekolah. Apalagi yang perlu gue ceritain?”

Nathan menatap zevana lekat-lekat. “gue serius zev. Gue tau lo ngerti apa yang gue maksud. Ini berhubungan dengan hidup gue zev! Dan kita berempat,” desaknya.

“apa yang mau lo tau? gue akan cerita sebatas yang gue mau. Dan lo gak bisa maksain kalo gue gak mau.” Zevana paling tidak bisa menolak permintaan nathan dan cakka. apalagi ia dapat menemukan kerinduan yang mendalam dari sorot mata sosok laki-laki di hadapannya ini. benar-benar melemahkannya.

Nathan tersenyum dan mengalihkan pandangannya ke luar kafe. Menunggu minuman datang baru mulai berbicara. “kenapa lo gak kasih kabar ke gue kalo dia gak meninggal gara-gara kecelakaan itu?”

Zevana memutar-mutar sedotannya dan menjawab, “karna saat gue nemuin dia di rumah sakit tempat pesawat itu jatuh, dia udah amnesia. Saat itu gue mau ngehubungin lo berdua, tapi saat gue tahu kalo kedua orangtuanya meninggal, gue urungin niat gue. karna kalian Cuma akan bisa ngebuat dia tambah sakit.”

Nathan menatap zevana selama sekian detik. Meski ia tahu bahwa agni tinggal di rumah zevana, ia tidak tahu kalau kedua orangtua agni sudah meninggal. Dan meninggal karena kecelakaan itu. kecelakaan itu.. kecelakaan itu.. kata tersebut terus terngiang di telinganya. Ia semakin merasa bersalah.

  Badan nathan terhempas ke sandaran kursi. “dan itu karna gue,” ucapnya pelan, frustasi.

“semenjak itu, orangtua gue ngangkat dia jadi adik gue. awalnya, gue bingung harus bilang apa kalau dia nanya tentang masa lalunya. Serba salah. Kalo gue bilang tentang lo dan cakka, dia pasti marah besar sama lo. tapi kalo gue gak bilang, dia akan terus dihantui rasa penasaran. Akhir-akhir ini, gue perlahan mulai cerita ke dia tentang masa lalunya. Gue rasa dia udah cukup dewasa buat menyelesaikannya,” zevana berhenti sejenak.

“tapi lo belum cerita tentang gue kan?” tanya nathan khawatir. jauh di dalam hatinya, ia masih setengah berharap, bahwa zevana sudah bercerita tentangnya dan agni mengingatnya, dan merindukannya.

Zevana mengangguk. “belum sama sekali. gue gak tau mau cerita darimana dan ceritain apa. Terlalu banyak cerita tentang lo bertiga. Dan pas banget, saat agni lagi gencar-gencarnya nanyain gue, lo berdua hadir kembali. Jadi, gue gak perlu cerita kan? lo berdua aja yang balikin ingatannya.”

Nathan lega, karna dia sendiri belum menyiapkan mental untuk menerima tuduhan-tuduhan dari agni. ia tersenyum tipis. “cakka aja yang balikin ingatannya. Agni gak perlu ingat gue. dia cukup ingat cakka,” ucapnya lirih.

Kening zevana berkerut. “kenapa? bukannya lo sama dia..” nathan mengangkat telapak tangannya, membuat zevana menghentikan ucapannya yang disertai tatapan tidak mengerti.

“lupain aja. Lebih baik kalau dia lupa tentang gue. semuanya udah berubah zev. Dan gue gak yakin perasaan dia masih sama seperti dulu. terlebih cakka sekarang sering bersamanya dan mencoba mengembalikan ingatannya tentang mereka dulu. anggap saja gue orang luar. Seperti pertama kali gue kenal lo berdua,” jawab nathan yang mendekati kepasrahan.

 “pasrah amat? Yakin lo bisa ngeliat mereka berduaan? Gak panas tuh hati lo?” sindir zevana.

Tentu saja nathan tahu jawabannya. Dan dia tak perlu menjawab, gadis dihadapannya ini tahu betul semua isi hatinya.

“ohya nath, boleh gak gue panggil lo alvin aja? Gak biasa,” tanya zevana.

Nathan berhenti memutar-mutar sedotannya, kemudian menatap zevana menimbang-nimbang. Setelah berpikir beberapa lama, akhirnya ia mengangguk. “pengecualian buat lo. lo segalanya buat gue. yang penting lo seneng,” jawabnya.

Senyum zevana mengembang. Laki-laki di hadapannya ini memang paling bisa membuatnya senang. Tapi pada detik kemudian, zevana tampak serius kembali, dengan sorot mata penasaran. “vin, lo tau darimana agni tuh agni lo? kayaknya karna dia jadi adek angkat gue kali ya,” tebaknya tidak yakin.

Nathan menunduk dan menggeleng. “kemarin..”

>>FLASHBACK ON

Nathan yang ditunggu shilla di perpustakaan agak terburu-buru karna mencari buku tugasnya dan shilla. ketika tengah mencari buku shilla dalam tas, tak sengaja sikutnya menjatuhkan buku agni.

Nathan segera mengambilnya dan detik itu juga dia terpaku dengan nama pemilik buku itu. jemarinya kemudian meraba label nama itu. “agni, gue kangen sama lo,” gumamnya tidak sadar.

Nathan masih terus memandangi label nama dengan letter ‘A’ yang berbentuk bintang. Ia tersenyum. Ternyata benar ini agninya. Satu-satunya gadis yang ia ajari menulis letter ‘A’ dengan bentuk bintang. Bentuk yang sama dengannya.

Nathan tersadar dari lamunannya begitu seseorang menepuk bahunya. “nath!” seru orang itu.

Nathan berbalik dan sedikit mundur, karna jaraknya dengan orang itu sangat dekat. Sedikit terkejut dengan orang itu. kemudian cepat-cepat ia menyodorkan buku itu. “tadi buku lo jatuh,” katanya seraya mengembalikan ekspresi tenangnya.

Orang itu-agni-hanya membulatkan mulutnya dan mengangguk-angguk. Sebelum agni berbicara kembali, nathan sudah buru-buru mengambil bukunya serta buku shilla dan bergegas pergi dengan perasaan yang tak dapat diartikan.

>>FLASHBACK OFF

 Zevana mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar cerita nathan barusan. Sekiranya paham akan perasaan laki-laki di hadapannya ini. tentu ia tahu betapa bingungnya nathan dengan kondisi sekarang. Entah ia harus memperjuangkan atau menyerah.

“gue bingung zev,” kata nathan tiba-tiba. Ia menatap ke luar jendela. Sungguh, ia benar-benar dilanda kegalauan. Semua tindakannya menjadi serba salah. Dan sekarang, setelah ia tahu bahwa agni yang satu kelasnya ini adalah agninya, ia benar-benar bingung harus berbuat apa.

Zevana memperbaiki letak kacamatanya. Ditatapnya penuh perhatian salah satu orang yang paling berharga yang duduk tepat di hadapannya ini. “kalo lo mau jujur lo gak akan bingung gini vin. selalu ada kemungkinan kan? mungkin aja dia gak marah lagi sama lo kalo lo jujur. Daripada lo diem dan dilanda galau gini, mendingan lo bilang kan?” bujuknya.

Nathan jadi benar-benar bingung. Kalau ia jujur, agni otomatis akan menjauhinya dan marah padanya. Tapi kalau ia diam saja, sanggupkah ia melihat dan mendengar semuanya? Segala hal yang akan sangat menyakiti hatinya?

Zevana sangat heran dengan nathan, atau alvin, atau apalah. Belum sejam nathan berkata bahwa ia tidak ingin mengungkapkan keberadaannya pada agni, namun sekarang sudah bingung antara mengaku atau tidak. aneh sekali.

“vin, gini deh. sebenernya mau lo apa sih? lo mau dia tau atau enggak? Gak konsisten amat sih lo. baru tadi bilang mendingan cakka aja yang balikin ingatannya, tapi lo langsung bingung lagi begitu gue tanya. Mau lo apa?” tanya zevana tidak sabar. Sejak kapan alvin jadi aneh seperti ini sih?

nathan diam. Ia sedang berpikir. Iya enggak, iya enggak.. membingungkan juga. jauh dari lubuk hatinya, ingin sekali, tapi dalam kenyataannya, ia tidak berani. Tidak sanggup mendengar amarah agni padanya.

“alvin, jawab! Jangan diem aja!” tegur zevana kesal. membosankan sekali menunggu kepastian nathan.

“entahlah zev, gue juga bingung,” jawab nathan akhirnya.

Ingin rasanya nathan membanting semua barang di sekitarnya dan berteriak keras-keras. Ia sangat bingung, sangat. Kenyataan mendadak itu sangat membuatnya tak mengerti dengan dirinya sendiri. Terlalu banyak perubahan dalam dirinya. dan salah satunya seperti sekarang, ia tak bisa memutuskan sesuatu dengan cepat.

Bahkan seringkali ia bisa kehilangan kesabaran, saking kesal pada pemikirannya yang selalu negatif. Ia tak tahu sekarang harus memutuskan apa. Tentu saja ia tahu bahwa setiap orang harus memperjuangkan cintanya. Tapi kondisi sekarang sangat serba salah.

“nathan nathan, harus berapa kali sih gue bilang? Lo harus pertahanin apa yang lo punya, dan perjuangin apa yang lo mau! Masa gue harus ingetin terus sih?” Sosok deva tiba-tiba sudah muncul dan duduk di sebelahnya.

“tapi semuanya udah beda,” balasnya pelan.

Zevana yang daritadi sibuk bicara entah apa langsung terhenti dan bingung karna tiba-tiba nathan berbicara sendiri. “apa vin?” tanyanya.

nathan nampaknya tidak mendengar zevana. Sekarang yang terdengar olehnya hanya kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut deva. “apanya? lo, zevana, cakka, dan agni. akhirnya lo berempat bisa satu sekolah lagi kan sekarang? Kalo lo gak mau jujur ke agni, gue saranin lo mulai dari nol lagi.”

“dari nol?” nathan bahkan langsung terbayang betapa sulitnya itu. tidak akan. Dia tidak mau memulai dari nol lagi. 

Zevana semakin tidak mengerti dengan ucapan nathan barusan. Nathan rupanya tak mendengarkannya sama sekali. tiba-tiba dia jadi ingat kejadian tempo hari saat nathan berbicara sendiri.

Zevana menjentikkan jarinya di depan wajah nathan, setidaknya cukup membuat nathan sadar kembali. “vin!” panggilnya.

Nathan tersadar dan menatap zevana pada detik kemudian. “kita pulang sekarang,” katanya lalu bersiap pergi.

Zevana mengangguk dan mengikuti nathan. Dia benar-benar penasaran dengan alvinnya ini. kenapa jadi berubah begini? Sudah tak konsisten, sering melakukan sesuatu mendadak, lambat dalam mengambil keputusan, suka berbicara sendiri pula. Yang ia tahu, ia harus menyelidikinya segera.
***
Cakka amat terpesona dengan gadis di sebelahnya ini. masih sama. Senyumnya, tatapannya, tingkahnya, bahkan caranya berbicara. Entah harus berapa lama lagi ia menunggu dengan sabar, agar mendapatkan gadis pujaannya ini segera.

“agni agni, lo ngefans banget ya sama gue? sampe semua tentang gue lo tau?”

Agni mengangguk sambil tersenyum sipu. Sebenarnya memalukan juga mengaku bahwa ia benar-benar mengidolakan cakka bahkan tepat di depan cakka sendiri. Namun lidahnya itu sama sekali tak dapat diajak kompromi. Cakka terlalu menyenangkan untuk diajak bicara hingga kadang ia lupa membatasi pembicaraannya.

Melihat senyum agni cakka semakin gemas dan tidak sabar. Kalau bisa ia ingin menceritakan masa lalu mereka sekarang juga. tapi melihat potensi agni untuk mengingat alvin juga, ia mengurungkan niatnya. Ia ingin agni mengingatnya sendiri. Dengan itu ia tahu berapa besar arti dirinya bagi agni.

Cakka mengacak-acak rambut agni. senang sekali agni mengagumi dirinya, tahu semua tentangnya. Andaikan agni pun tahu perasaannya..

“cak, lo ternyata asik juga ya diajak ngobrol. Gue kirain lo mandang gue sebelah mata karna gue biasa aja,” ungkap agni.

Cakka tersenyum mendengarnya. “gak mungkin lah gue mandang lo sebelah mata. Lo kan tau semua tentang gue, harusnya lo tau dong kalo gue gak pernah milih-milih temen,” balas cakka. dan karna gue sayang sama lo ag, lanjutnya dalam hati.

“oh iya ya. hehe.. lupa,” kata agni sambil tertawa kecil. “cak, gue boleh nanya?” tanyanya serius.

“apa?” tanya cakka.

“kok gue gak pernah denger gosip atau berita kalo lo pacaran ya? lo pernah pacaran gak sih?” tanya agni blak-blakkan. “eh tapi jangan tersinggung atau apa. Kalo gak mau jawab juga gak papa kok. gue ngerti privasi,” sambung dan ralatnya cepat-cepat.

Tatapan cakka berubah menjadi sorotan kemalangan. Agni yang melihatnya langsung salah tingkah. Tidak enak bila menyinggung perasaan cakka. “cak, ya ampun, gue minta maaf kalo nyinggung perasaan lo. gak usah dijawab deh,” katanya salah tingkah.

Detik kemudian cakka menahan tawanya melihat kegugupan dan salah tingkah agni. agni yang baru sadar kalau tadi cakka hanya akting langsung manyun. Menyebalkan sekali. ia paling tidak suka dibohongi atau ditipu seperti ini.

Cakka yang melihat agni manyun baru ingat, kalau agni paling tidak suka dengan candaan seperti itu. “yah.. sori ag. Gue gak maksud kok. gue jawab deh ya,” bujuk cakka.

Agni mendengarkan baik-baik. penasaran dengan alasan cakka itu. “karena..”

“karena gue Cuma sayang sama seseorang. Dia segalanya bagi gue. gue Cuma mau dia, dan hanya dia. gak akan ada yang bisa menggantikan posisinya di hati gue,” jawab cakka sembari mengingat masa lalunya dengan agni, yang membuatnya menyukai agni.

Hanya terdengar suara ‘oh’ dari agni. ia mengangguk-angguk mengerti. Aneh. Bukankah harusnya ia jealous atau tidak suka saat mendengarnya? Saat tahu bahwa idolanya suka dengan gadis lain? Bukankah sebelumnya pun ia jealous? Mengapa ini tidak?

Cakka menepuk bahu agni. agni rupanya belum sadar dari kemelut pikirannya. “ag,” panggil cakka. “agni,” panggilnya kembali. “sayang!” panggilnya lebih keras dan cukup membuyarkan lamunan agni.

“hah?” agni tersadar dari lamunannya. Tunggu, tadi cakka memanggil dia apa? Sayang? apa ia salah dengar?

Cakka terkekeh melihatnya. Rupanya panggilan seperti itu masih berefek sampai sekarang. “lo kenapa bengong sih? gak usah meratapi nasib gitu gara-gara gue suka sama orang lain,” katanya sambil menepuk-nepuk bahu agni dengan penuh percaya diri.

Sebelah alis agni terangkat. “gak. Siapa juga yang suka sama lo. gue Cuma ngefans doang,” jawab agni setengah cuek.

Cakka mengerutkan keningnya. Hanya ngefans? Sedangkal itukah perasaan agni padanya? Tak adakah rasa suka atau perasaan yang lebih mendalam daripada itu?

“eh cak, lo hari ini gak ada acara? Daritadi nyantai amat,” tanya agni heran.

Cakka menatap agni dengan senyum yang terkembang di bibirnya. “gue free sebulan!” katanya sangat senang.

“free? Seneng amat,” celetuk agni heran.

Cakka mencubit kedua pipi agni gemas. “iya dong! Selama sebulan ini, gue mau dapetin cewek yang gue sayang itu! but, how poor i am, i’ve never meet her since seven years ago,” kata cakka sungguh-sungguh. Berharap dengan sisipan-sisipan seperti ini agni akan mengingat dirinya perlahan.

“tujuh tahun? Lama banget. pasti cewek itu kangen deh sama lo. buru deh dapetin dia. gue doain. Hehe,” kata agni.

Cakka tersenyum. “semoga,” doanya tanpa melepaskan pandangannya dari agni.
***
Ray tak henti-hentinya menabuhkan kedua stik drumnya pada drum set di depannya. Sudah sejam berlalu dan dia masih betah dalam posisi itu. ia tak habis pikir, mengapa septian tidak marah dan memutuskan ify? kenapa masih saja mempertahankan ify? apa septian sebegitu sayangnya pada ify?

Padahal waktu ify menjumpai septian hatinya sudah was-was. Bahkan selalu seperti itu. dan benar bukan, yang ia khawatirkan malah terjadi. Septian tetap mempertahankan ify. padahal ia sudah berharap septian akan melepas ify seperti mantan-mantan ify yang lain.

Lalu sekarang ia harus bagaimana? Membantu ify mencari ide agar bisa putus dengan septian? Atau dia diam saja?

Sebuah teriakan yang amat keras mengalahkan suara drum ray. ray menggosok-gosok telinganya dan sedikit mencibir. ketika teriakan itu kembali menggema di telinganya, senyumnya mengembang. Ia hafal sekali teriakan itu.

Ray berlari membuka pintu kamarnya. kemudian mengerem larinya karna ternyata orang yang berteriak itu sudah berdiri tepat di depan pintu kamarnya. “RAYNALD! Lama banget sih lo! lo lupa ya kalo hari ini lo mesti jemput gue di bandara?!” omel orang itu.

Ray menelan ludah. Ia benar-benar lupa dengan janjinya. “ya ampun! Gue lupa! Sori-sori!” katanya dengan mengatupkan kedua tangannya seraya memohon maaf.

Orang itu melipat kedua tangannya dan melotot. Beruntung dia punya inisiatif untuk pulang sendiri, kalau tidak, entah sampai kapan ia harus menunggu ray.

“oliv, ayolah, jangan marah. Lo mau apa nanti gue kabulin deh, sebagai penebus kesalahan gue. ya?” rayunya pada orang di depannya-gadis yang dipanggil oliv-.

Oliv melirik ray dan tampak berpikir. Sesaat kemudian ia langsung mengangguk. “oke! Kalo gitu gue minta lo temenin gue selama seminggu ini! lo harus nurut sama gue!”

Ray langsung mengangguk saja. yang penting ia mendapatkan maaf dari sobatnya sejak lahir ke dunia ini. “masuk liv,” katanya segera mempersilakan oliv masuk kemudian menutup pintu.

Oliv langsung tiduran di tempat tidur ray, lelah di perjalanan. Ray hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah oliv yang sepertinya tidak peduli kalau dirinya laki-laki dan mereka hanya berdua di kamar dan oliv seenaknya tiduran di tempat tidurnya. Tak pernah berubah. Selalu seenaknya.

“akhirnya lo balik juga liv! Gimana student exchangenya disana? Enak?” tanya ray basa-basi.

“gak,” jawab oliv sambil memeluk guling dan hendak tidur. “gak ada lo gue bosen,” tambahnya.

“iyalah! Secara biasanya lo mantengin muka gue yang keren gini terus tiba-tiba student exchange dua bulan! Ya lo kangenlah ama gue,” balas ray pede.

“cowok disana jauh lebih keren daripada lo ray,” balas oliv sambil memutar kedua bola matanya. “gak ada lo berarti gak ada yang bisa gue marahin, gak ada yang nyeramahin gue juga. bosen!” keluhnya kesal.

Ray menatap oliv kesal. jadi selama ini dia hanya berguna untuk menceramahi dan dimarahi saja? menyebalkan! Sebelum ray membuka mulutnya untuk membalas perkataan oliv, oliv sudah menyela duluan, “gue mau tidur dulu. pinjem kamar lo. jangan main drum, jangan berisik, jangan macem-macem!”

“gak! Balik sana ke rumah lo! Cuma di sebelah juga. lo tuh cewek liv! Seenaknya banget lo tidur di kamar gue! lo bukan anak kecil lagi liv! Pindah sana!” usir ray panjang lebar sembari mengguncang-guncangkan lengan oliv.

‘IH! RAYNALD! UDAH GUE BILANG KAN JANGAN GANGGU! KELUAR SANA!” teriak oliv setelah mendudukkan dirinya.

Ray menutup kupingnya dan balas berteriak. “OLIVIA! INI KAMAR GUE! LO YANG KELUAR SANA!”

Mama ray yang sangat jelas mendengar teriakan keduanya segera naik ke atas. Kebiasaan sekali. pasti kalau ray dan oliv sudah bersama, keduanya akan saling adu mulut kemudian teriakan-teriakan akan terdengar sampai beberapa rumah di kanan-kiri mereka.

“ray! oliv! Jangan teriak-teriak! Ada apa sih?” tanya mama ray begitu masuk ke kamar ray dan melihat keduanya saling melotot dan menunjuk pintu.

Keduanya langsung menurunkan kedua tangannya. “ini ma! Masa oliv mau tidur di kamar ray?! rumah dia kan Cuma di sebelah! Mana dia ngusir ray segala lagi! yang punya kamar kan ray!” adu ray.

“tapi di rumah kamar oliv belum dibersihin sama mama tan,” kata oliv santai. Ia akrab sekali dengan mamanya ray. yakin sekali mamanya ray akan mengijinkannya.

“yaudahlah ray, kamu keluar dulu. kasian kan oliv? Ngalah dikit dong. Lagian udah biasa kan? kenapa dipermasalahin sih?” kata mama ray.

Oliv cengengesan dan mengangguk-angguk. Sementara ray cemberut dan segera membantah, “dia tidur aja di kamar tamu ma! Masih banyak kamar disini!”

Mama ray kemudian mendorong ray keluar bersamanya. “kamu tuh cerewet banget sih! ya mau-maunya dia lah! kalo dia mau di kamar kamu ya biarin aja!”

Ray heran sekali dengan mamanya dan mamanya oliv. Ada apa sih? kenapa mamanya selalu menuruti permintaan oliv? Dan kenapa mamanya oliv selalu menuruti permintaannya? Aneh sekali.
***
“OLIVIA! OLEH-OLEH BUAT GUE MANA?!!” teriak ray pada oliv yang masih tidur.

Oliv menggerutu kesal dan melempari ray dengan bantal. Sedang enak-enak tidur malah dibangunkan. Ia kemudian bangun dan berjalan dengan kesal ke sebuah tas selempang yang dibawanya tadi.

Ia merogoh-rogoh isi tas itu. setelah tangannya menemukan barang yang dicarinya, segera ia sodorkan pada ray. “nih! Makanya cari dulu! jangan langsung bangunin gue! terganggu kan tuh tidur gue!”

Ray cengengesan dan segera mengambil oleh-oleh untuknya. Tanpa basa-basi, ia langsung membukanya. Sebuah jam tangan hitam mengkilap bermerek. Dengan namanya yang terukir transparan di balik jam tangan itu.

“diliatin doang. Kenapa? gak suka? Ya balikin sini!” kata oliv lalu merebut jam tangan itu dari tangan ray.

Ray buru-buru menahan tangan oliv. “yah, kok gitu. Mau gue!”

“gue pakein sini,” oliv menarik tangan kanan ray dan memakaikan jam tangan pemberiannya.

ray mengacak-acak rambut oliv. “thanks,” katanya senang.

Oliv hanya mengangguk-angguk malas. “eh, lo udah punya cewek belum ray? kali-kali pa gue tinggal lo udah punya cewek trus gak kasihtau gue,” tanya oliv ingin tahu.

Hanya gelengan lemah yang ditunjukkan ray. entah kapan ia baru akan mendapatkan ify. ray duduk di tepi tempat tidurnya. pikirannya melayang kembali tentang ify, septian, dan mantan-mantannya ify.

Oliv yang merasakan perubahan mendadak suasana hati ray memilih untuk berbicara serius. Ia duduk di samping ray. “lo lagi suka sama cewek? Tapi dia gak suka sama lo?” tanya oliv pelan.

Ray menatap oliv. Kemudian ia mengulas senyum tipis di wajahnya. Ia merangkul oliv dan mengajaknya keluar. “gue lagi gak suka siapa-siapa. Gue Cuma bete aja sendirian mulu,” jawabnya, menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya.

Sepertinya oliv percaya padanya. Oliv membulatkan mulutnya dan mengangguk-angguk. “makan yuk! Mama gue udah nyiapin makanan kesukaan lo tuh. heran gue, sayang banget dia sama lo. yang anaknya tuh gue apa elo sih,” cerocos ray mengalihkan arah pembicaraan.

Oliv mengikuti ray. “hehe.. gue penurut sih, makanya mama lo lebih sayang gue. emangnya elo! Cerewet gak ketulungan, suka nolak lagi!” Jitakan ray mendarat mulus di kening oliv. Seenaknya saja oliv bilang begitu!

  “oliv! Ray! ayo makan! mama udah siapin makanan kesukaan oliv!” seru mama ray.

Mama ray menatap ray dan oliv yang berjalan ke arahnya dengan asik bercanda. Ia tersenyum penuh arti. Senang rasanya melihat anak laki-laki semata wayangnya ini begitu asik bercanda dengan seorang gadis.
***
Ify sama sekali tidak punya ide lain agar ia bisa putus dengan septian. Dia tidak akan mau memutuskan septian tanpa alasan yang pas. Lebih baik bila septian yang memutuskannya. Dengan begitu ia tidak akan dirundung rasa bersalah.

Akhirnya ia sampai di sebuah rumah. Satu-satunya tempat yang ada di pikirannya bila sedang bermasalah. Satu-satunya tempat tinggal seseorang yang cukup berharga untuknya. Dimana ia bisa bercerita sepuasnya dan mencari solusi serta ketenangan. Yang jelas bukan rumahnya.

Ia menekan bel. Seseorang kemudian membuka pintu dan mempersilakannya masuk. “raynya ada bi?” tanya ify pada bibi yang membukakan pintu untuknya.

Bibi itu mengangguk. “iya non ify. ada di kamarnya.”

Setelah mengucapkan terima kasih, ify langsung menaiki tangga dan berjalan ke kamar ray. langkahnya terhenti begitu mendengar tawa ray dan seorang perempuan yang begitu ceria.

 Tanpa berpikir panjang, ify langsung membuka pintunya. Siapa sih gadis selain dirinya yang diperbolehkan mama ray untuk masuk ke kamar ray?

Oliv dan ray yang tengah asik tertawa menonton dvd langsung terhenti dan menatap ke arah pintu yang terbuka. melihat seorang gadis berada tepat di belakang pintu yang terbuka itu, kening oliv berkerut, menatap ray meminta jawaban.

Ray memanggil ify mendekat. Ify berjalan ke arahnya dan oliv kemudian menilai penampilan oliv dari atas sampai ke bawah. Dua kata yang ia dapatkan dari penampilan oliv. Biasa saja. tak cantik seperti model, tak feminin sepertinya, tak halus juga tampaknya.

Siapa gadis ini? tampaknya begitu akrab dengan ray. tapi sepengetahuannya, satu-satunya gadis yang akrab dengan ray hanyalah dirinya.

Ray yang nampaknya menyadari ketegangan yang tak terlihat di antara mereka segera buka suara. “fy, kenalin, ini olivia. Liv, kalo ini alyssa, panggil aja ify,” katanya buru-buru.

Tampaknya kedua gadis itu tak terlalu mendengarkan ray, mereka memikirkan hal lain tentang satu sama lain. “gue ceweknya ray!” seru keduanya dengan tangan menunjuk ray.

Ray tercengang. Sementara kedua gadis itu saling melotot tajam. Untuk sejenak, ray merasa seperti sedang mimpi. Ify mengakuinya sebagai pacarnya? Tapi tunggu, oliv juga?

Selagi ray sibuk dengan pikirannya, kedua gadis itu sudah bertengkar kecil dan hampir menjadi pertengkaran besar kalau ray tidak segera melerai. “STOP!!” teriak ray.

Cukup menghentikan keduanya. Ify menatap tajam ray. “ray! lo pilih gue apa dia?!” serunya tajam. Ray menelan ludah. Ia seperti sedang menunggu hukuman mati mendengar pertanyaan ify.

Mana mungkin ia bisa memilih? Dan saat itu, ia lebih memilih untuk bungkam. Ify yang salah mengartikan jawaban ray berkata pelan namun cukup mengiris hati ray,”kalo gitu, lo temenin dia aja terus! gak usah peduli sama gue! lo gak pernah nganggep gue!” seselesainya ify mengucapkan, ia segera pergi  dengan langkah terhentak penuh kekesalan.

Oliv tersenyum meremehkan. Entah bagaimana bisa, ia merasa senang mendengarnya. Seolah ia akan memiliki.. ray?